Andy
Ayamiseba (kiri) bersama wartawan Jubi, Victor Mambor di Noumea, Kaledonia
Baru saat menghadiri MSG Summit tahun lalu (Jubi/Victor Mambor)
|
Jayapura, – Puluhan tahun dipengasingan, tak merubah pandangan Andy
Ayamiseba. Undangan untuk pulang dari dua saudaranya, Frans Alberth Joku dan
Nick Messet, hanya akan dipenuhinya jika Papua sudah merdeka.
Melalui
sambungan telepon, Andy mengatakan alasan mengapa ia belum bisa kembali sangat
berhubungan dengan hak asasi bangsa Papua.
“Status
politik dan keamanan kami. Ini bukan tentang kesejahteraan sosial yang bisa
disediakan Indonesia untuk kami. Kami lahir di Papua dan akan mati untuk Papua.
Kami bukan Indonesia. Hak asasi kami telah diperkosa oleh Indonesia atas
dukungan PBB. Saya akan kembali ke Tanah Air saya, Papua, hanya jika Papua
sudah merdeka dan diakui sebagai sebuah bangsa,” kata Andy Ayamiseba.
Meski demikian, pria yang sangat terkenal di tahun 80-an
sebagai pentolan Grup Musik Legendaris Black Brothers ini, tetap menghormati
pilihan dua rekannya yang pernah berjuang bersama-sama dengan dirinya untuk
kemerdekaan Papua Barat. Menurutnya, Frans Albert Joku dan Nick Messet
berpandangan jika tidak bisa menang atas penjajah maka sangat mungkin untuk
bergabung dengan penjajah untuk memperbaiki situasi bagi rakyat Papua Barat.
“Saya lebih suka terus berjuang dan menderita untuk hak bangsa dan rakyat Papua. Tentu saja kami ingin menikmati tingkat hidup yang sama dengan yang dinikmati oleh orang Indonesia, tetapi itu hanya setelah kami lepas dari penderitaan kami dan menjadi sebuah bangsa yang bebas.” Andy Ayamiseba menegaskan kembali sikapnya.
Frans Alberth Joku dan Nick Messet, dalam kunjungan mereka ke
Fiji minggu lalu telah mengundang Andy Ayamiseba dan John Otto Ondowame yang
telah puluhan tahun berada di pengasingan untuk pulang ke Papua. Undangan ini
disampaikan oleh keduanya kepada Duta Besar Vanuatu untuk Fiji.
Barack Sope, mantan Perdana mentri Vanuatu yang saat ini
menjadi penasihat West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL),
mengingatkan Ayamiseba dan Ondowame bahwa mungkin saja keduanya akan dibunuh
jika kembali ke Papua.
“Tahun 2000 ketika saya menjadi Perdana Menteri, saya mengundang Ketua Presidium Dewan Papua, Alm. Theys Eluay untuk menghadiri HUT Kemerdekaan Vanuatu ke-20 di Port Vila. Hanya dua minggu setelah ia kembali ke Papua, ia diculik oleh Kopasus ketika pulang dari acara resmi di malam hari. Ia tewas dibunuh dan sampai hari ini sopirnya tidak diketahui nasibnya. Para pembunuh Theys ditangkap dan dipenjara selama beberapa tahun kemudian dilepaskan.” kata Sope kepada Jubi melalui telepon, Senin (17/3) untuk menjelaskan kekhawatirannya.
Lanjut Sope, militer Indonesia jauh lebih kuat daripada
Kepala Negara dan dapat bertindak secara sepihak untuk membunuh siapa pun di
Papua Barat yang dilihatnya sebagai ancaman.
Sope juga mengatakan bahwa Messet dan Joku sangat tahu bahwa
undangan mereka akan ditolak karena keduanya berada dalam roadmap yang berbeda
dengan Ayamiseba dan Ondowame.
“Ada dua roadmap yang berbeda. Meset dan Joku mengikuti roadmap yang dibuat oleh Indonesia. Roadmap yang menyembunyikan pelanggaran hak asasi manusia, penganiayaan dan pembunuhan orang Papua Barat oleh tentara Indonesia yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, karena Indonesia sukses melarang semua wartawan asing memasuki Papua Barat.” kata Sope. (Jubi/Victor Mambor)
Diambil dari www.tabloidjubi.com
0 comments:
Post a Comment