Coretan & Berbagi Informasi

Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

Sunday, January 13, 2019

Konflik Antara Kelompok



Konflik horisontal adalah konflik antara etnis yang kebanyakan di ciptakan oleh kapitalis (Pemodal) & Kolonial ,gunanya utk memecabela persatuan rakyat pribumi setempat dan untuk memperluas wialayah jajahan . Konflik horisontal juga dilahirkan ketika daerah tersebut mengandung sumber daya alam yang melimpah contohanya seperti di daerah Mimika West Papua.

Konflik diciptakan agar rakyat pribumi hidup dalam ketakutan antara etnis( tidak bersatu). Konflik juga gunanya untuk mengalika pikiran rakyat untuk tidak ,memikirkan masalah pendidikan,kesehatan,pencemaran linkungan, ekopol dan masalah Jati dirinya sebagai satu Bangsa yaitu Bangsa West Papua yang harus merdeka dari kapital & Kolonial Indonesia.

Konflik manapun pasti ada kepentingan Ekonomi-politik di dalamnya. Makanya Tete kumis bilang ,kalau mau menlihat permasalahnya secara detail sampai ke akar2nya kita harus menlihat dari Materialisme Dialetika dan Historis. Setelah itu lihat lagi apa kepentingan Ekopolnya Indonesia dan Negara2 kapitalis di di West Papua dan pada khususnya daerah Mimika West Papua.
" cuma coret bukan Analisis.
Share:

Saturday, December 23, 2017

PEMEKARAN BARU DI PAPUA : KEPENTINGAN ELIT VS KEPENTINGAN MASYARAKAT


Pemekaran wilayah merupakan fasilitas atau jembatan untuk mempermudah jangkauan pelayanan yang baik kepada masyarakat oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahterah dan meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan baik pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, dan politik serta pembangunan infrastruktur yang memadai.



Tetapi Bila Mengikuti perkembangan media, terkait maraknya pemekaran dan rencana isu pemekaran baru di Papua sejak diterbitkannya UU otsus Papua no. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hingga kini, nampaknya sudah tidak murni lagi untuk mensejahterakan rakyat, tapi lebih pada kepentingan elite politik.  



Indikatornya terlihat dari perkembangan pembangunan di sebagian besar kabupaten dan kota pemekaran baru. Pemekaran atau lahirnya DOB, yang semetinya harus didukung administrasi yang matang, persiapan sumber daya manusia yang baik serta beberapa hal lainnya. Tetapi pemekaran baru di Papua bertolak belakang dari UU tentang syarat-syarat pemekaran, dan hampir semua pemekaran baru di Papua tidak memenuhi syarat yang ditentukan UU, tetapi hanya kepentingan elite politik belaka untuk mendapatkan jabatan dan tidak menutup kemungkinan tidak lain adalah untuk mendapatkan dana otonomi khusus yang berjumlah triliunan yang selama ini masyarakat mengeluhkan dan tidak perna menentu ke masyarakat



Berbagai masalah dan konflik vertikal dan orizontal pun tidak luput dari setiap daerah pemekaran baru di Papua. Karena daerah yang baru dimekarkan bukan untuk kepentingan pelayanan kepada masyarakat, hanya oleh segelintir elite yang mengajukan permohonan dengan berbagai alasan dan data yang tidak benar dan sebenarnya tidak layak untuk dimekarkan sehingga masyarakt kecil pun jadi korban. Akibatnya berbagai konflik antar keluarga, suku dan kelompok pun kerap terjadi.



Beberapa isue rencana pemekaran baru,sebaiknya lihat kesiapan dan ketentuan UU agar pelayanan di daerah pemekaran baru tepat tempat dan sasaran.





Yogyakarta, 31 Oktober 2012



Telius Yikwa


Share:

Tuesday, October 17, 2017

Diskriminasi Hukum Indonesia Di Papua

 

Indonesia adalah Negara hukum yang bersandar pada undang-undang dasar tahun 1945 dan menganut system demokrasi. Hukum di Indonesia berfungsi untuk menghukum atau memberikan sanksi kepada siapa saja yang melanggar tanpa membeda-bedakan dari status politik, status ekonomi, status social sang pelanggar. Atau hukum tidak perna memandang pelanggar hukum dari statusnya sebagai anak kandung, sebagai anak angkat, sebagai ayah kandung, ayah angkat dan lain sebagainya. Dan disisi lain, hukum berfungsi untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat merugikan serta membahayakan orang lain (publik).

Sebagai Negara hukum yang menganut system demokrasi, sebagaimana kita ketahui bahwa hukum adalah kekuasaan tertinggi di indonesia, dan kedaulatan tertinggi Indonesia adalah rakyat. Dengan demikian, di depan hukum, semua yang berkewarga negaraan Indonesia sama.

Dasar Negara kesatuan rapublik Indonesia yang tersusun empat alinea itu ditambah bergundang pasal hukum di negara ini tidak berfungsi di seluruh rakyat Indonesia secara merata, bahkan dalam prektek-praktek hukumnya penuh diskirminatif terhadap etnis, golongan, ras, dan kaum serta minoritas lainnya di negara yang menggaku negara hukum satu ini.

Lihat saja di Papua, daerah bagian timur negara ini. Berbagai pelanggaran hukum bertumpuk tanpa dikorek sedikitpun apa lagi diselesaikan oleh hukum negara ini. Pelanggaran hak asasi manusia dimana-mana di Papua dibiarkan begitu saja.

Ya, berbicara soal pelanggaran hukum di Papua, sudah sejak tahun 1960an hingga detik ini terus terjadi. Pelaku pelanggaran HAM sudah diketahui tetapi dibiarkan, seakan-akan korban bukan manusia selayaknya manusia di belahan dunia ini.

Kita sebutkan kasus yang baru-baru terjadi saja. Operasi Mapenduma yang pelakunya sudah diketahui dan dibiarkan tanpa diproses hukum. 18 orang jadi korban meningal dunia dan puluhan lainnya luka-luka di GOR Nabire pada tanggal 14 Juli 2014, pelakunya tidak diproses. Kasus penembakan 4 siswa di Paniai yang pelakunya sudah jelas tidak diproses secara hukum. Penembakan 2 siswa SMA di Timika, pelakunya sudah diketahui tetapi sama saja. Yang saya sebutkan disini hanya beberapa kasus dari sekian kasus yang ada. Belum termasuk dengan pelanggaran hukum di bidang kesehatan, bidang Agraria atau perampasan tanah, pelanggaran di bidang ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya yang tidak perna tersentuh oleh hukum untuk menyelesaikannya di negara yang menggaku negara hukum ini.

Diskriminasi hukum terhadap rakyat Papua tidak hanya terjadi di tanah Papua. Tetapi di seluruh indonesia dimana ada orang Papua berada, perlakuan pun sama dengan yang terjadi di Papua. Penganiayaan terhadap seorang mahasiswa Papua di kota Yogyakarta, teptanya di nol kilo meter, Malioboro, atas nama Paulus Petege pada tanggal 04 juli 2014, pukul 19.15 wib, pihak hukum membiarkan pelaku tanpa diproses hukum, kasus serupa terjadi atas nama Jessica Elisabeth Isir pada tanggal 28 April 2010 di Timoho, Yogyakarta. Serta kasus lain di kota Yogyakarta.

Kasus seperti ini tidak hanya di Yogyakarta, tetapi di kota lain lagi seperti kasus penghancuran asrma mahasiswa Papua di kota Makasar, mahasiswa Papua yang korban jadi korban Bandung, Menado dan kota lainnya.
Hukum negara indonesia hanya berlaku untuk rakyat indonesia di propinsi lain selain propinsi Papua dan Papua Barat. Rakyat Papua dibiarkan oleh hukum. Keadilan hukum tidak menjamin rakyat Papua. Rakyat Papua jadi korban di atas korban tanpa hukum yang memberikan sedikit pu rasa keadilan.

Jika kita lihat kebijakan hukum nagara ini terhadap warga Papua dalam hal penegakkan hokum sedemikian itu, maka hukum di indonesia penuh Diskriminatif terhadap rakyat Papua. Rakyat Papua dibiarkan oleh hukum negara.

Kebijakkan hukum pemerintah indonesia terhadap rakyat Papua, semakin memperkuat rasa di hati rakyat Papua bahwa, Rakyat Papua adalah Anak angkat yang diberlakukan tidak adil dan diskriminatif.

Kasus demi kasus setiap waktu terus menumpuk di Papua. Tidak sedikit kasus hukum yang dapat diselesaikan. Indonesia tidak perna adil, tidak adil dan itu akan terus berlanjut entah sampai kapan. Hukum indonesia Memang Diskriminatif terhadap rakyat Papua.

Kapankah rakyat Papua dijamin oleh hukum? Kapankah hukum akan membelah rakyat Papua yang jelas-jelas menjadi korban? Dari manakah keadilan itu akan datang untuk memberikan keadilan hukum kepada rakyat Papua karena hukum hukum indonesia tidak menjamin? Apakah negara lain yang datang untuk menjamin hukum terhadap rakyat Papua? Ataukah rakyat Papua mesti cari jaminan hukum di langit? Jika bukan dari sekian pertanyaan itu, lalu kapan, dari mana dan oleh siapa?


“Rakyat Papua akan merasakan yang namanya Keadilan hukum ketika Papua Lepas Dari negara Diskriminatif dan Munafik serta Licik di dunia yang bernama negara Indonesia.”




Yogyakarta
17/02/2016
Telius Yikwa
Share:

Anak Sekolah Kok Disiksa Dengan Tuduhan Palsu, Polisi Payah!

Ilustrasi. dok. corongmedan.com
Ilustrasi. dok. corongmedan.com.
Dogiyai, Dikabarkan, Anggota Kepolisian Daerah Papua yang bertugas di Kabupaten Dogiyai, Papua, menyiksa seorang pelajar Sekolah Menengah Theologi Kristen (SMTK) Dogiyai, Amos Pekei, Rabu (16/7/2015) lalu.

Menurut Cerita Amos Pekei, di halaman Gereja Kalvari Digikotu, Moanemani, Dogiyai, yang diberitakan majalahselangkah.com, Kamis (23/7/2015)
“Saat itu saya ada pulang setelah antar orang di Dinas Pendidikan. Saya dihadang mobil kaca gelap Avansa di depan Gereja St. Maria Immaculata Moanemani, Dogiyai,” ungkap Amos.

Kata Amos, ia dihadang, langsung ditodong senjata di kepala oleh polisi yang berpakaian lengkap layaknya Brigade Mobil (Brimob).
“Mereka todong senjata di kepala saya. Dia itu bilang, ko OPM to. Saya bilang, saya bukan OPM. Saya hamba Tuhan,” katanya.

Kata Pekei, dirinya belum selesai bicara, pukulan sudah menghujam dan ditendang badan bagian belakang.
“Setelah saya ditendang, saya tidak sadarkan diri,” kata Amos Pekei.

Amos menjelaskan, ketika sadar, dirinya sudah ada di dalam sel di Enarotali, Kabupaten Paniai.  Moanemani adalah Kabupaten Dogiyai dan Enarotali adalah Kabupaten Paniai. Perjalanan dari Moanemani ke Enarotali ditempuh dengan mobil, sekitar 70-80 KM.
“Saat saya buka mata, saya lihat saya sudah ada di dalam kurungan. Tempat yang saya tidak kenal. Saya sangat ketakutan,” jelasnya.

Katanya, dia terbangun sekitar jam 03.00 WIT sore. Sejak dia ditahan tanpa alasan pada jam 08.00 WIT hingga sore itu, dia mengaku sama sekali tidak sadarkan diri.
“Selama itu, saya sama sekali tidak tahu, apa yang polisi lakukan kepada saya. Mereka bawa saya ke mana, saya tidak tahu,” katanya.
Lanjut Amos, “Waktu itu saya hanya berdoa dalam hati. Tuhan, saya salah apa lalu saya ditahan.” 

“Beberapa saat kemudian, salah satu Polisi datang dengan suara besar. Brimob itu mendekat sambil berkata, ‘kurang ajar, ko yang bunuh-bunuh orang dan saya punya masyarakat’,” katanya berkisah.
“Saya lihat begini, Polisi yang datang itu, adik dari mandor yang biasa saya ikut kerja. Setelah dia lihat saya, dia diam karena sudah kenal,” kata siswa SMTK Moanemani, itu.

Setelah itu, lanjut Amos Pekei, “Bah, Amos, kenapa ko ke sini. Lalu, saya bilang, saya ditahan sama ko punya teman-teman. Mereka pikir saya OPM lalu mereka tahan dan bawa saya dari Moanemani, Dogiyai.”
“Saya lihat, mereka sudah antri untuk mau pukul saya. Tetapi, puji Tuhan, Brimob yang datang pertama itu sudah kenal baik dan dia menjelaskan kepada teman-teman Brimob yang lain,” lanjut Amos.

Setelah dengar penjelasan, kata Amos, Polisi yang datang kepadanya untuk mau memukul itu  menjelaskan kepada Polisi yang lain, kalau Amos Pekei tidak biasa gabung di dalam OPM.
Waktu itu, Brimob itu sedang jelaskan kepada Brimob yang lain, ada saudara perempuan saya dan salah satu mantan anggota DPR dari Deiyai datang ke Pos Polisi dan meminta kepada Polisi untuk keluarkan saya,” tutur Pekei.
Lanjut Amos, dirinya bisa keluar karena ada Polisi yang ia kenal. Jika tidak ada Polisi itu, ia mengaku tidak tahu, apa yang terjadi pada dirinya.

Kata Pekei lagi, saat itu, mantan anggota DPR Deiyai itu juga meminta dengan tegas kepada Polisi agar jangan tahan masyarakat secara sembarangan.
“Sekitar jam 04.00 WIT itu, Brimob keluarkan saya dari sel Polisi di Paniai. Saya diantar pulang dari Paniai oleh mantan DPR itu,” tuturnya.

Amos menambahkan, Polisi yang bertugas di Dogiyai hanya satu orang saja di dalam Avansa. Sedangkan Polisi yang lain, ia sama sekali tak mengenal wajahnya. Mereka berpenampilan dan berpakaian Brimob.
“Mereka semua muka baru dan saya tidak kenal,” kata Amos.

Mengingat kejadian tersebut, ia meminta kepada semua orang Papua, terlebih anak-anak muda Papua, agar selalu waspada dan selalu hati-hati.

Dikecam Banyak Pihak
Kejadian tersebut disayangkan salah satu anggota DPRD Dogiyai, Markus Waine.
Waine meminta kepada pihak keamanan yang bertugas di Dogiyai agar tidak membuat resah kepada masyarakat kecil.

Ia juga meminta agar aparat keamanan agar jangan menahan masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa.
“Kalau mau buat masyarakat resah, takut dan mau menahan secara semena-mena, jangan bertugas di Dogiyai,” katanya tegas.

Wakil rakyat ini mengecam tindak tidak manusiawi yang dilakukan aparat keamanan. “Jika datang hanya untuk buat masalah, silahkan angkat kaki dari Dogiyai dan pulang. Kami di Dogiyai aman,” tegas Waine.

Sementara itu, tokoh pemuda kabupaten Dogiyai, Yanuarius Yuaiya Goo, mengatakan, tidak boleh lagi pihak keamanan lakukan tindakan kekerasan kepada masyarakat.
“Polisi jangan lakukan tindakan seperti itu. Tindakan itu tidak manusiawi,” ujar Goo.

Yan mewakili pemuda Dogiyai, menyayangkan tindakan tersebut. Selama ini, masyarakat Dogiyai hidup dalam damai.

Ia pertanyakan, keberadaan polisi yang ia diduga adalah polisi di Dogiyai. “Masyarakat Dogiyai tidak butuhkan Brimob di Dogiyai. Segera tarik diri dari Dogiyai dan pulang,” tegas Yan.
Penegasan sama disampaikan tokoh adat di Dogiyai, Germanus Goo, bahwa jangan ada pihak yang sengaja ciptakan konflik di Dogiyai.

“Kita semua sudah hidup dalam rukun. Jangan ada pihak yang ciptakan masalah di tanah adat Dogiyai,” kata Germanus.

Jika ada pihak yang ciptakan masalah, tegas Germanus, jangan di Dogiyai.
“Kalau mau hidup dalam masalah, Dogiyai bukan tempatnya. Silahkan pulang. Entah, polisi kah, Brimob kah, tentara kah, jangan buat masalah kepada masyarakat kecil di Dogiyai,” tegasnya lagi.

Terkait kejadian itu, ia meminta kepada Brimob untuk jangan lagi menahan sembarangan masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa.

Payah kelakuan aparat negaraku ini, kalau saja berperilaku begini terus kepada orang tak berdosa maka apa yang terjadi di kemudian hari nanti?

Aparat berlaku Payah! Memalukan!
Share:

Kemerdekaan Negara Papua Barat Adalah HAK Bangsa Papua Barat

Indonesia sebagai negara hukum memiliki kewajiban yuridis untuk melindungi HAM setiap warga negaranya tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, etnis, agama, gender dan pandangan politik. Hak asasi manusia warga negara baik Ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik merupakan HAK Konstitusi sesuai dengan UUD 1945.


Pandangan Politik Rakyat Papua untuk melepaskan diri dari negara kesatuan republik indonesia (NKRI) dan mendirikan West Papua yang merdeka dan berdaulat diluar negara kesatuan republik indonesia seharusnya dipandang sebagai Hak Konstitusi Bangsa Papua, dan dalam pemenuhannya Wajib dihormati oleh negara kesatuan republik indonesia (NKRI)


Hak Politik Bangsa Papua diatas secara tegas dan terbuka telah dijamin dalam pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu semua penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tikda sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”. Penegasan itu secara lugas telah menunjukkan bahwasannya Negara Hukum Indonesia turut Mengakui dan menjamin terimplementasinya Prinsip-prinsip HAM secara Internasional yang mulai disahkan secarl  internasional pada tanggal 10 Desember 1948 bersamaan dengan berdirinya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).


Kemerdekaan Negara West Papua Merupakan Kewajiban Hukum Negara Indonesia”.



Telius Yikwa
Share:

Me

Me

Followers

Postingan saya di Wordpress

Yikwagwe Post