Coretan & Berbagi Informasi

Selasa, 17 Oktober 2017

Untukmu Papua Aku Berjuang

Oleh Tabita Nasadit.

Untukmu Papua aku berjuang.  Berjuang dalam konteks menanam pendidikan yang  sebagai alat demi mengelola tanah dan kekayaan alam yang sudah sedikit lagi tinggal cerita.

Perjuangan melawan ketidakberdayaan dengan pendidikan bukanlah sesuatu yang mudah dan gampang tetapi perjuangan untuk mejadi asing di kota studi adalah hak mutlak yang ada pada setiap pelaku (pejuang).

Kekawatiran, rasa memilki, rasa bertanggungjawab, tetapi juga rasa bersalah etika menjadi yudas di ranah politik, birokrasi, yang menusuk ke sumsum sehingga  terus berjuang demi mejaga rana awal itu tetap ada dan terus dinikmati sampai pada anak-anak tanah.

Perjuangan dalam konteks pendidikan yang dirasakan oleh setiap anak bangsa Papua yang menggeluti itu terasa di setiap kelompok, yang melatarbelakngi etnis dan daerah yang berbeda tapi satu tujuan yaitu pendidikan. Pendiddikan sebagai  jembatan  untuk menjembatani setiap keluh kesah dalam ketidakadilan akan pribadi, kelompok yang didesain sebaik mungkin untuk menemukan rasa tenang akan ketidakpuasannya suatu problem.

Banyak problem yang selau datang silih berganti hinngga mengikis tujuan awal dari pendidikan, segala sesatu yang bergerak dalam suatu konstitusi ini sering tidak terlepas dari apa yang disebut dengan kost, back to money begitulah slogan yang trend dan marak.

Untuk memempuh suatu pendidika bukanlah suatu yang gampang tetapi juga gratis, semua ini perlu suatu dukungan dari biaya, tetapi juga dari diri itu sendiri.

Banyak sanggahan, temuan di lapangan akan eksistensi pendidikan dalam konteks penghambat  semangat karenakan biaya. Sadar atau tidak sadar inilah yang sebgai unvifersal dan juga sebagai virus psikolog yang dengan mudah dan cepat bergerak mematikan setiap pertahanan semangat.

Kemudian dari pada itu timbul pertanyaan dan untuk apa, dan untuk siapa saya bejuang?

Perjuangan yang ideal adalah perjuangan yang tanpa ditopang dengan menyuapkan ini dan itu demi Papua. Tetapi lahir dari rasa memilikinya akan segala kekurangan dan kekayana akan Papua.

Otonomi Khusus yang  adalah sentral bantuan yang diberikan  demi terciptanya apa yang diingginkan masyarakt Papua sehingga dikemas dan diatur sesitematis mungkin itu tidak menjaminnya suatu perjuangan akan pendidikan itu.

Secara kasat mata hal ini hanyalah suatu senyawa  yang diberikan dan tentunya ada reaksi dari senyawa lain karena proses fiksasi. Otonomi Khusus diberikan bukan dilihat dari implementasi suatu harapan dari masyarakat Papua tetapi adalah suatu yang diberikan oleh karena suatu tekanan akan tujuan yang mereduksi dari setiap keluh kesah.

Pemberian yang baik bukan dilihat dari balasan atau pun keharusan akan suatu pemberian namun dilihat dari suatu perhatian ingin mendengar. Otonomi Khusus diberikan hanya keterpaksaan saja bukan dari suatu kerelahan.

Karena di dalam tujuan diberlakukannya itu ada suatu perjanjian akan suatu daerah demi menjaga dan mendatangani suatu pernyataan, yang tentunya di kemudian hari ketika terdapat kesalahan  yang sama maka secara tidak langsung kekuasaan sepenuhnya diatur oleh yang memberi Otonomi Khusus tanpa melihat dan merasa akan sesamanya.

Oleh sebab itu kalau temuan pincangnya perjalaan Otonomi Khusus bagi Papau yang kurang lebih 13 tahun dan tinggal sekit ini adalah bagian yang sudah ditanam sejak lahirnya UU 21 tahun 2001, niscaya akan begini hasilnya. Apa yang ditanam akan ditui sama seperti sekarang ini. Dan apa yang dialami sekarang ini merupakan apa yang dilakukan waktu itu.

Pemuda Kekinian Papua
 
Pemuda jika dipandang dari fisik adalah alligator yang siap untuk memangsa setiap musuh yang datang dan ingin merampas haknya.

Pemuda Papua dalam eraglobalisasi ini hilang rasa bertanggungjawab akan dirinya sebagai ciptaan (imagodey) yang sama dan di adakan untuk melakukan tangungjawab moral, iman kepada Yesus yang adalah sumber dari segalanya.

Pemuda Papua pada masa kekinian bukanlah pemuda berwibawa, berbudi perkerti, cakap, arif, militansi, pahlawan, melaikan pathogen yang sebagai musuh alami yang inggin marusak akan kelompok, komunitas bangsa dari citra budaya akan Papua.

Pemuda Papua tidak lagi menjaga kesucianya sebagai penerus akan tanah ini tentunya akan melahirkan anak yang beradat, karena kandungan serta mulut sengaja dinodai dengan kenikmatan duniawi akibat dari rasa kecewa akan kekasih, begitu juga sebaliknya bagi pemuda.

Pemuda yang adalah tongkat stafet kini mati dan tidak berjalan dalam melakukan gebrakan-gebrakan demi terwujudnya suatu tujuan yang jelas dan hasilnya membawa perubahan. Pemuda hanya dilahirkan sebagai pelengkap akan jagat raya dengan begitu dapat dipakai sebagai pelengkap untuk suatu daerah baru.

Banyak pemuda Papua yang merusak harga diri dengan alcohol, HIV/AIDS, sex bebas, dan narkoba sebagai sahabat karip sehidup-semati. Apakah dengan begitu keberadaan Papua ke depan mungkinkah lebih baik atau kah lebih buruk?

Jelas buruk.  Sehingga Sodom dan Gemora akan terjadi di tanah yang penuh akan susu dan madu ini karena perilaku ini.

Keterlibatan pemuda akan pengembangan diri dalam oganisasi kepemudaan, tetapi juga gereja dan masih banyak lagi sangatlah minim, kewajiban akan pangilan akan suatu organisasi kepemudaan tidak serta merta mencari dan menemukan pemuda Papua.

“Pemuda Papua harus berjuang dan belajar serta jaga diri untuk masa depan Papua”. Semoga!


Tabita Nasadit  Adalah Mahasiwai  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Ilmu Biologi Konsentrasi Lingkungan,  Universitas Kristen Tomohon Manado, Sulawesi Utara.

 

Share:

0 komentar:

Me

Me

Followers

Postingan saya di Wordpress

Yikwagwe Post