Coretan & Berbagi Informasi

Kamis, 19 Oktober 2017

PENGERTIAN EKOSISTEM PERTANIAN



     Ekosistem pertanian adalah berbagai unit dasar aktivitas pertanian yang terkait secara ruang dan fungsi, yang mencakup komponen biotik dan abiotik dan interaksinya. 

      Ekosistem pertanian berada di tengah-tengah aktivitas pertanian manusia. Namun ekosistem pertanian tidak terbatas pada lokasi tempat aktivitas pertanian berada (lahan usaha tani), tetapi juga wilayah yang terpengaruh oleh aktivitas pertanian karena siklus kimiawi maupun rantai makanan. Biasanya ekosistem pertanian,  khususnya yang dikelola secara intensif, dicirikan dengan memiliki komposisi spesies yang tidak beragam, rantai energi dan aliran nutrisi yang lebih sederhana dibandingkan yang terjaid di ekosistem alami. Sehingga ekosistem pertanian seringkali dikaitkan dengan peningkatan penggunaan nutrisi yang mengakibatkan eutrofikasi pada ekosistem terkait yang tidak terlibat langsung dalam aktivitas pertanian. 

      Hamparan luas dalam suatu area yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi kemudian diolah sedemikian rupa oleh manusia untuk usaha pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dikenal dengan agroekosistem. 

      Agroekosistem inilah yang harus dijaga kelestariannya demi kelangsungan generasi berikutnya.  Hal ini disebabkan karena kerusakan-kerusakan yang terjadi di alam atau di agroekosistem akibat penerapan sistem budidaya yang kurang tepat.

       Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro.  Sistem adalah suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi.  Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah  sistem yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi dan siklus nutrisi).

Komponen Agroekositem

1.      Komponen biotik
Pengertian Komponen biotik adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup.
Misalnya Manusia, hewan, tumbuhan, microorganisme,  dll.

2.      Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-benda tak hidup.
Misalnya Air, tanah, udara, cahaya, suhu, kelembapan, angin, derajat keasaman (pH), iklim, topografi, dll.


Demikian artikel tentang Pengertian Ekosistem Pertanian.
Semoga Bermanfaaat...

Telius Yikwa
 
Refrensi .
1.      https://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem_pertanian/ , diakses pada tanggal 12 Oktober 2017;
2.      http://chyrun.com/mengenal-agroekosistem-ekosistem-pertanian/, diakses pada tanggal 12 Oktober 2017;  
3.      https://drive.google.com/file/d/0B7hN2Slji5oJSVNZLWxCTGZKY2c/view, diakses pada tanggal 14 Oktober 2017.
Share:

Jarang Cedera, Ini Rahasia Seorang Lionel Messi

Image result for Lionel messi
Lionel Messi. Dok The independent.co.uk
 Lionel Messi merupakan salah satu pemain terbaik dunia saat ini bahkan bisa dibilang dalam sejarah sepakbola. Penampilannya yang konsisten dan kemampuan individu di atas rata-rata membuatnya selalu jadi buah bibir banyak pihak. Salah satu rahasia konsistensi penampilan Messi adalah kebugarannya yang luar biasa.

Pemain asal Argentina itu jarang sekali mengalami cedera, terutama akibat masalah keletihan yang diderita banyak pemain sepakbola. Messi bisa bermain hingga 50 pertandingan atau bahkan lebih dalam semusim. Rahasia dari kebugarannya tersebut ternyata berasal dari perubahan pola makannya.

Dikutip dari Express, Messi memiliki seorang ahli nutrisi di Italia bernama Giuliano Poser. Dokter inilah yang memberi saran kepada La Pulga terkait pola makannya. Hal yang paling nyata terlihat adalah Messi sudah tak lagi terlihat muntah di lapangan seperti yang terjadi dalam beberapa kesempatan pada masa lalu.

Setiap enam pekan, Messi selalu rutin mengunjungi Poser untuk memantau perkembangan dan juga pola makannya. Hal tersebut berfungsi untuk menghadapi sejumlah kepadatan jadwal yang berbeda dalam periode tertentu yang dijalani oleh sang pemain, baik bersama Barcelona ataupun timnas Argentina.

Hasilnya pun tak mengecewakan. La Pulga kini tengah berada dalam performa terbaiknya setelah sukses mencetak 14 gol dalam 12 laga di seluruh ajang bersama Barcelona. 



Sumber : www.90min.in
Share:

Rabu, 18 Oktober 2017

Ritual Bathin

By Dewa71.

Demi sebuah Harga Diri dan Kehormatan,
kelasku kugantung
Bukupun tertutup rapat
terasa berat beban sejarah yang harus dipikul
Air mata kering terasa pahit tersimpan dalam dadaku

Terdengar alunan seruling tulang belulang
Dendangkan NyanyianJiwa”Hai Tanahku Papua”
Membuat tak bisa berhenti berpikir,walau sebentar,
yang di hutan mengembara tak perna lelah
walau hanya dengan Panah dan Tombak
demi Tanah PerjanjianTUHANnya

Tenggelam dalam lembah sejarah
kutelusuri dimana kesalahan bangsaku hingga harus begini,
Mohon ampun yaTuha,Allah Maha Pencipta
Bangsa Papua atas segala dosa bansaku
Jangan berpaling darikami
datanglah hari ini
Urapi berkat-Mu
dan datanglah menjadi Raja atas tanah dan bangsa kami
AMIN.
 
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : PAPUAnews.
Publisher : watchPAPUA/Volume 2/Edisi Maret 2005/Hal.47.
Share:

Dibalik Jeritan dan Tangisanku!

By : A.Yance W.Y.

Saudaraku west Papua
Laskar-laskar muda-mudi Wantara/Papua
Marilah kita bangkitkan juang semangat
Bersatu padu dan bergandeng tangan
Majulah serentak tanpa mundur
Untuk menerobos benteng-benteng pertahanan kloni jawa di seluruh tanah Papua Barat
Untuk merebut kembalitanah jajahan indonesia
dan mengambilnya dengan seutuhnya
di tangan gadis-gadis Papua
salam merdeka, merdeka tetap merdeka. 
--------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : PAPUAnews.

Publisher : watchPAPUA/Volume 2/Edisi Maret 2005/hal.47
Share:

53 tahun Menanti Sang Ibu dalam Kerinduan

Ibu! aku merindumu ibu.
Setiap saat aku merinduhkan pelukanmu, ibu.
Aku rindu ibu, rindu saat-saat kau memandangiku memikmati hidup.
Tengorokanku kering kehausan; tak ada yang memberiku air memuaskan dahagaku selayaknya ibu.
Perutku tak terisi makanan, kurindu masakanmu, ibu.
Aku terlantar sejak kau diculik mereka.
Seakan aku tanpa ibu di planet bumi ini.
Aku rindu, Rindu Ibuku yang menghidupiku.
Hingga kini, 53 tahu aku merinduhkanmu, ibu.

Setiap saat aku menanti. Kunanti kau ibu, kau yang selalu menghidupiku, ibu.
Kumenantimu, ibu. Kau yang diculik sejak itu.
Kumenanti kau, ibu. kau yang diikat mereka sejak aku tak berdaya kala itu.
Kumenanti kau, ibu. kau yang dipukul mereka ketika aku tak mampu membelamu.
Kumenanti kau, ibu. kau yang dijual-belikan mereka saat itu.
Kumenanti kau, ibu. kau yang dikurung mereka ketika aku tak mampu melepaskanmu.
Kumenantimu, ibu. menanti kau yang dibawa pergi mereka saat, bahkan aku tak lihat wajahmu.
Kumenantimu disetiap waktuku di ujung timur tempat sang pemberi kehangatan keluar.
Kumenantimu ibu. Ibu… ibu…

Sudah 53 tahun aku menantimu, ibu.
Menanti ibuku dibebaskan. Menanti ibuku dipulangkan. Menanti ibuku dilepaskan.
Menanti sang ibu yang menghidupku.


Selamat Memperingati hari Aneksasi tanah Papua, 1 Mei 2016.
Selamat memperingati hari sang Ibu dimasukan dalam kurungan NKRI.



#105, Kamasan 1.
1 Mei 2016
Telius Yikwa
Share:

INILAH YANG TERJADI DI PAPUA

 IMG_0605

Papua… Ya, Papua
Papua dianeksasi oleh Indonesia tahun 1969 melalui pepera yang cacat hukum dan tak bermoral dimana proses pepera penuh manipulative.

Hingga tahun ini (2015), NKRi di Papua sudah 53 tahun terhitung sejak trikora 19 Desember 1961. Pemerintah NKRI jadikan Papua daerah opersi militer (DOM) sejak tahun 1960-an hingga tahun 1990-an.

Dilihat dari kenyataan hingga saat ini, berbagai kebijakkan politik Jakarta dan keberadaan militer di Papua, pemerintah Indonesia di Jakarta tidak memiliki hati untuk membangun dan mensejahterahkan rakyat Papua. Daerah Operasi Militer (DOM)terus berlanjut hingga saat ini. Pembunuhan rakyat sipil tak berdosa terus berlanjut, berbagai produk hukum NKRI tidak perna berlaku bagi Papua. Para penegak hukum sendiri menjadi pelanggar hukum itu di Papua.

Angka kematian orang Papua dari tahun ke tahun selalu meningkat. Pemerintah Jakarta melalui menteri kesehatan menjalankan program KB.  Anehnya, di Jawa penduduknya banyak ini program yang bertujuan membatasi angka kelahiran ini jarang dipromosikan. Sedangkan, di Papua dimana angka kematian yang banyak dan jumlah penduduk yang kurang itu tetapi program KB seakan sesuatu yang menjanjikan dan dipromosikan lewat berbagai macam lembaga dan berbagai cara. 


Apakah benar bahwa Indonesia Ingin musnakan pemilik bumi Papua (genosida)dari bumi Papua itu?

Sementara itu, kekayaan alam milik  masyakarat adat terus dikuras oleh pemerintah pusat di Jakarta. Hak-hak masyarakat adat tidak perna diperhitungkan sama sekali. Seakan hukum agraria tidak ada di Negara yang mengakunya Negara hukum satu ini.

Pemerintah Jakarta melalui Megawati Sukarno Putri, anak presiden pertama NKRI satu ini melahirkan UU No 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Papua. Dalam UU No 21 tahun 2001 pasa 2 ayat menyatakan bahwa “Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah”. Tetapi kenyataannya, orang Papua dilarang membawa dan memakai gambar, gelang, noken atau apapun yang bergambar Bintang Kejoran yang mana ia adalah lambang jati diri dan kebesaran orang Papua, apa lagi dikibarkan bendera Bintang Kejora? Hukumannya pasti ditembak mati.

Terkait lagu daerah, polisi di Papua biasa sita Handpone atau laptop dan barang lain yang bisa simpan lagu dan jika ada lagu bahasa daerah di dalam, pasti barang tersebut akan ditahan atau dibanting hingga rusak tak berfungsi lagi. “NKRI Perkosa Hukumnya sendiri”.

Karena otsus gagal diterapkan di Papua, Rezim Susilo Bambang Yudoyono, pemerintah Jakarta bentuk program baru yang namanya unit percepatan pembangunan atau UP4B. program ini pun tidak menjawab persoalan di Papua. UP4B terlihat lebih ke bidang pendidikan, namun apa yang terjadi?
UP4B bentukan SBY ini ternyata bertujuan tidak lain adalah merusak masa depan orang Papua melalu program yang dijalankan olehnya.

Salah satu dari UP4B adalah Afirmasi dimana program ini merekrut anak-anak Papua yang pintar, IQ bagus dan nilainya baik di tingkat SD, SMP dan SMA dan sederajatnya melalu seleksi ujian dengan tujuan membantu melanjutkan pendidikan mereka. Kenyataan yang terjadi  adalah terbalik. Anak-anak Papua  yang direkrut oleh program UP4B ini dilantarkan di beberapa pulau di luar Papua seperti Jawa, Sulawesi dan Sumatera.

Mereka dikirim keluar pulau Papua dengan berbagai janji bahwa akan dibantu hingga selesia studi. Tetapi kenyataan mengatakan bahwa program itu mampu membatu hanya semester 1 dan 2 saja sehingga anak-anak Papua keluar Papua dengan penuh semangat belajar ini pun berkahir sampai di semester 2 saja lantaran bantuan program SBY itu tidak berlanjut sehingga mereka terpaksa menerima nasib buruk. Tidak yang seperti yang dimimpikan sejak mereka memulai sekolah di bangku TK, SD dan selanjutnya. Masa depan anak-anak Papua akhirnya dihancurkan oleh program UP4B yang dibentuk Susilo Bambang Yudohyono itu.

Anak-anak Papua yang direkrut UP4B itu tidak beraktivitas layaknya seorang mahasiswa atau pelajar seperti yang lainnya karena semuanya dibatasi oleh sistem UP4B Itu sendiri yang terlihat dan kesannya mengarahkan penghancuran masa depan anak-anak Papua dan Pelanggaran kebebasan hak sebagai manusia.


Lalu bagaimana dengan Kebebasan sebagai salah satu hak dasar  mansuia?

Berbicara tentang kebebasan adalah hak dasar setiap orang di muka bumi ini. Dalam hal tertentu diatur oleh peraturan agar kebebasan itu tidak menyakiti orang lain.

Terkait kebebasan, dalam hal Kebebasan berkumpul, kebebasan berdiskusi, kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi dan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh “UU No 9 tahun 2008 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum”. Tetapi kenyataan yang terjadi di Papua sangatlah memprihatinkan. Gambar atau Lagu berbahasa daerah saja disita oleh pihak penegak hukum apa lagi untuk berkumpul, berdiskusi atau bahkan menyampaikan pendapat di muka umum? Rakbut gimbal karena orangnya suka dengan lagu reggae atau hanya stile saja pasti ditahan. Sebelum ditahan, saya jamin pasti dianiaya terlebih daluhu, ditahan lalu diinterogasi.

Ruang bagi orang Papua benar-benar dibatasi bahkan khusus ruang demokrasi dibungkam atau digembok sehingga tidak ada sedikit kesempatan bagi orang Papua.

Demikian pula dengan ruang bagi wartawan atau journalist asing di Papua terkunci dan tidak perna dibuka sedikit pun sehingga berbagai peristiwa penting yang terjadi di Papua tidak perna terungkap di muka umum atau tidak diketahui oleh orang luar Papua.

Sangat Banyak kebijakan NKRI di Papua yang bertujuan bukan untuk membangun rakyat Papua tetapi memusnakan orang Papua dari atas tanahnya sendiri, tetapi cukup dulu. Ini baru awal mau mulai, pembahasan satu persatu di berbagai bidang kita bahas lagi nanti .



#105, Kamasan 1.Yogyakarta
19 Januari 2015
Telius Yikwa
Share:

7 Kebiasaan Manusia yang Tidak Efektif

“Agak beda topik kali ini, artikel punya orang dan saya cuma update saja di sini dengan tujuannya seperti biasa. mungkin yang baca menirunya dan berhasil.”

Anda mungkin sudah pernah membaca buku karangan Stephen R. Covey yang berjudul 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, yang juga merupakan salah satu buku best seller international. Jika anda belum pernah membacanya, saya sangat merekomendasikan buku tersebut kepada anda. Buku wajib yang perlu anda miliki jika anda ingin mengembangkan kepribadian anda. Anda bisa mendapatkannya di toko-toko buku favorit anda.
Pada kesempatan kali ini saya akan mensharingkan kepada anda kebiasaan-kebiasaan manusia dari sudut pandang yang berlawanan, yaitu 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat TIDAK Efektif.

Tujuh kebiasaan ini harus anda hindari. Mungkin anda sendiri tidak menyadarinya karena sudah menjadi kebiasaan anda sehari-hari.
Apa saja 7 kebiasaan tersebut, mari kita lihat bersama-sama :


1. Tidak ’menampakkan diri’
Salah satu hal paling sederhana namun memiliki efek yang sangat besar untuk anda dalam meraih kesuksesan – entah itu dalam kehidupan sosial, karir, keuangan ataupun kesehatan – adalah tampakkan diri anda lebih sering.

Apa maksud ’menampakkan diri’ disini? Saya akan memberikan sebuah ilustrasi : Jika anda ingin memperbaiki kesehatan anda, maka salah satu hal terpenting dan terefektif adalah anda menampakkan diri di tempat kebugaran sesuai dengan jadwal latihan anda.

Mungkin saat itu cuaca sedang tidak mendukung sehingga anda merasa enggan sekali keluar dari rumah. Namun jika anda tetap memaksakan diri untuk pergi meskipun anda malas, maka anda sudah memperbaiki mental anda jauh lebih cepat dibanding anda hanya duduk di sofa sambil menonton tv.
Saya rasa ini berlaku di semua area dalam hidup anda. Jika anda menulis lebih sering, maka suatu saat anda akan menjadi penulis top dimana hasil tulisan anda akan selalu ditunggu orang untuk dibaca. Jika anda sering bertemu atau berkumpul dengan teman-teman, maka kemungkinan anda bertemu dengan seseorang yang spesial bertambah besar.

Hanya dengan anda ’menampakkan diri’ lebih sering akan membuat sebuah perbedaan yang sangat besar untuk kesuksesan anda. Jika tidak, anda tidak akan pergi kemana-mana.

2. Menunda pekerjaan
Ada 2 kondisi yang menyebabkan seseorang menunda pekerjaannya :
  • Pertama, dia memiliki pekerjaan yang sangat menumpuk. Dia bingung apa yang harus dia kerjakan terlebih dahulu. Akhirnya dia tidak mengerjakan apa-apa.
  • Kedua, dia hanya memiliki sedikit pekerjaan, sehingga dia berpikir untuk menundanya terlebih dahulu.
Terlepas dari apapun kondisi anda, dibawah ini adalah beberapa cara yang bisa anda lakukan agar anda dapat keluar dari kebiasaan menunda ini :

  • Lakukanlah tugas terberat dan terpenting terlebih dahulu di pagi hari. Awal yang baik di pagi hari akan membuat momentum yang positif sehingga anda akan menjalani sisa hari anda dengan lebih bersemangat.
  • Anda mungkin sering mendengar sebuah joke : bagaimana caranya makan seekor gajah? ….. Jangan memakannya dalam sekali gigit! Jika anda hanya berpikir tugas yang menumpuk sedang menanti anda, kepala anda dapat menjadi penat, akhirnya akan membawa anda pada penundaan. Pecahlah tugas anda menjadi langkah-langkah kecil, dan fokuslah pada langkah pertama. Setelah selesai, anda bisa melanjutkan ke langkah kecil berikutnya. (saya pernah mengulas juga di artikel Bagaimana Tetap Termotivasi Untuk Menyelesaikan Apa yang Telah Anda Mulai)
  • Jika anda berpikir untuk menunda pekerjaan karena anda hanya memiliki sedikit pekerjaan, sebaiknya anda mulai berpikir bagaimana jika tiba-tiba anda mendapatkan tugas baru sementara tugas yang lama belum anda kerjakan. Gunakan selalu prinsip : ’lakukan sekarang juga hal-hal yang bisa anda lakukan sekarang’.
3. Anda melakukan sesuatu yang sebetulnya tidak penting  
Untuk menghindari hal ini, tuliskan 3 hal penting yang harus anda lakukan setiap hari, entah itu diatas kertas atau di notebook anda, dan mulailah mengerjakannya dari urutan teratas. Meskipun anda hanya sanggup menyelesaikan 1 pekerjaan saja, namun setidaknya anda telah melakukan hal terpenting yang perlu anda lakukan di hari tersebut.
Saya akan coba memberikan contoh sederhana. Misalkan anda adalah seorang manajer sebuah departemen produksi. Suatu ketika anak buah anda melakukan kesalahan sehingga produk yang dihasilkan mengalami cacat. Mana yang akan anda pilih :
    • Anda bersama anak buah anda memperbaiki produk yang cacat tersebut; atau 
    • Anda mencari solusi agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.
Saya rasa anda sudah menangkap maksud saya mengenai hal yang penting dan tidak penting. 


4. Berpikir terlalu lama
Orang yang berpikir terlalu lama, otomatis akan membuatnya kurang mengambil tindakan. Terjebak dalam analisa yang berlebihan dapat membuang waktu-waktu berharga dalam hidup anda. Tidak ada yang salah dengan berpikir sebelum melakukan tindakan, bahkan sangat diperlukan hal semacam itu. Melakukan penelitian, membuat rencana, menggali potensi-potensi keuntungan serta masalah yang mungkin terjadi.
 
Namun berpikir, berpikir dan terus berpikir adalah cara lain mensia-siakan hidup anda. Anda tidak perlu menganalisa semua hal dari setiap sudut. Anda tidak bisa menunggu waktu yang betul-betul tepat untuk menjalankan aksi anda. Percayalah waktu tersebut tidak akan datang. Anda juga tidak perlu merisaukan bagaimana jika kegagalan menghampiri anda. Jika anda tetap berpikir dan terus berpikir semakin dalam, maka anda akan semakin sulit untuk mengambil tindakan.
 
Berhentilah berpikir, lakukan sekarang juga apapun yang perlu anda lakukan, pergilah kemanapun anda perlu pergi.


5. Melihat sisi negatif dari setiap hal
Ketika anda melihat segala hal dari sudut yang negatif, maka sebetulnya anda telah menjatuhkan motivasi anda sendiri. Anda menemukan kekurangan dimana-mana dan masalah-masalah yang mungkin tidak betul-betul ada, contohnya ketika anda mencari alasan untuk tidak melakukan sesuatu. Saya yakin dari sudut yang negatif anda setidaknya akan menemukan 10 alasan.
 
Contoh yang lain, anda mencari seseorang yang mau mendengarkan keluh kesah anda – padahal sebetulnya tidak ada yang mau mendengarkan keluhan anda – tentang pekerjaan dan kehidupan anda yang menjenuhkan atau atasan anda yang menyebalkan. Ketahuilah bahwa anda akan menciptakan hidup anda sesuai dengan apa yang anda pikirkan dan bagaimana anda memandang lingkungan anda. Jika anda memandang kehidupan anda begitu menjemukan, anda akan memiliki kehidupan yang benar-benar menjemukkan.
 
Yang perlu anda lakukan tidak lain adalah anda menantang pada diri anda sendiri untuk selalu berpikir positif selama 7 hari kedepan. Lihatlah nanti hasil luar biasa yang akan anda dapat.


6. Keras kepala pada pendirian anda sendiri dan menolak pendapat orang lain
Memang sulit untuk mengakui atau berjiwa besar bahwa pendapat anda bukanlah pilihan yang terbaik. Sehingga anda ngotot pada pendapat anda dan menutup pikiran anda dari pengaruh orang lain. Kondisi ini dapat menyebabkan anda sulit untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih efektif.
Saran untuk mengatasi permasalah ini adalah anda menyadari bahwa manusia mempunyai batas atas hal-hal yang ia ketahui. Anda harus terbuka untuk menerima pelajaran atas kesalahan anda sendiri, kesalahan orang lain atau sumber-sumber lainnya seperti buku.
 
Ketika otak anda selalu dikosongkan untuk menerima hal-hal baru, secara tidak sadar level anda telah naik ke level yang lebih tinggi, begitu seterusnya. Namun perlu diingat, jangan pula anda terjebak seperti dijelaskan di no.4. Pengetahuan baru yang anda terima, perlu anda terapkan dan coba dalam kehidupan anda, jangan hanya menjadi pengetahuan semata saja.

7. Membiarkan informasi membanjiri otak anda
Kebalikan dari poin 6 diatas, di poin 7 ini anda justru membiarkan seluruh informasi mengalir ke otak anda tanpa penyaringan. Jika anda melakukan ini, maka akan sulit bagi anda untuk berpikir dengan jernih. Beberapa kondisi yang menyebabkan anda seperti ini adalah :
    • Banyak informasi yang anda terima adalah negatif. Media-media dan lingkungan di sekeliling anda sering memberikan informasi-informasi negatif, seperti : penipuan, perampokan, pembunuhan, gosip dsb. Jika anda tidak selektif dalam memilih berita, anda dapat terpengaruh secara negatif juga, entah itu secara pikiran, perasaan maupun tindakan.
    • Ada suatu dorongan dalam diri anda untuk selalu mengetahui informasi terkini, namun seberapa cepat anda mengikuti perkembangan dengan berbagai alat yang anda miliki, akan selalu ada puluhan bahkan ratusan hal baru yang terjadi yang tidak bisa anda ikuti. Hali ini justru dapat membuat anda menjadi stress. 
    • Sulit untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan jika otak anda terus dibanjiri dengan informasi-informasi. Bahkan anda dapat terjebak melakukan kebiasaan seperti disebutkan di poin 3. Anda sibuk dan sibuk terus melakukan pekerjaan namun sebetulnya pekerjaan yang tidak penting.
Untuk dapat fokus, berpikir jernih dan mengambil tindakan, perlu sekali untuk anda menseleksi bahkan jika perlu membatasi akses informasi yang masuk ke otak anda, misalkan ketika anda sedang menyelesaikan suatu pekerjaan, anda melakukan hal-hal seperti : mematikan telepon anda, internet dan pintu ruangan anda. Anda akan melihat hasil yang menakjubkan ketika anda tidak diinterupsi setiap 10 menit oleh email atau website-website favorit anda.
 
Kebiasaan mana yang paling sering anda lakukan?
    • Tidak ‘menampakkan diri’
    • Menunda pekerjaan
    • Melakukan sesuatu yang tidak penting
    • Berpikir terlalu lama
    • Melihat sisi negatif dari setiap hal
    • Keras kepala dan menolak pendapat orang lain
    • Membiarkan informasi membanjiri otak anda

    Moga bermanfaat


    Sumber artikel : http://www.inspirasidaily.com
Share:

Kiat Sukses Berbisnis Ala China

“Seperti biasa, kali ini saya bagi infomarsi tentang kiat orang China berbisnis. Tujuan  tidak lain adalah siapa tahu pengujung dapat menirunya”.

Ibnu Batutah perna mengatakan “di dunia ini tidak ada orang yang lebih kaya daripada orang Cina”. ucapan ini agaknya tidaklah terlalu berlebihan. Mengapa? Coba lihat perusahaan-perusahaan besar, tidak sedikit kita menemukan orang Cina sebagai bos di sana. Berbelanja ke toko elektronik pun tidak jarang kita temui orang Cina sebagai pemiliknya. Jarang sekali kita menemukan orang Cina-di Indonesia- sebagai karyawan kecil. Kebanyakan mereka sukses berbisnis bahkan di tengah negeri perantauan. Apa sebenarnya rahasia di balik suksesnya anak cucu Tirai Bambu tersebut? Mengapa berbisnis menjadi pilihan hidup mereka?

Warisan Ilmu Orang Tua Cina
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Begitu pula yang terjadi pada orang Cina. Kesuksesan berbisnis pada orang tua diwariskan pada anak. Bukan soal nama besar perusahaan atau kekayaan melimpah, tetapi mengenai cara menjalankan hidup dengan mental seorang pengusaha. Berikut warisan dari para orang tua Cina dalam meraih kesuksesan:

1. Say No to Deficit
Strategi hidup yang satu ini telah diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Bagi orang Cina pantang membelanjakan uang melebihi pemasukan yang didapat. Bagi mereka tidak peduli seberapa besar uang yang mengalir ke kantong mereka, semua pengeluaran harus tetap diatur sedemikian rupa agar tidak sampai melebihi jumlah yang dianggarkan. Tidak ada berbelanja karena keinginan sesaat, semua harus diperhitungkan dengan teliti.

Bagi orang tua Cina, hidup sederhana dan hemat harus tetap dijalankan oleh anak-anak mereka. Agar mereka mengerti bahwa kesuksesan harus dicapai dengan usaha dan kerja keras. Karena itu mempertanggungjawabkan pengeluaran secara rasional sudah diajarkan sejak dini.

2. Berhitung dan Memperhitungkan
Berbisnis tentu saja berkaitan dengan ilmu hitung menghitung. Berhitung dan memperhitungkan menjadi modal agar tiap pengusaha dapat membuat rencana matang mengenai anggaran masuk dan keluar, karena itu orang tua Cina telah mengajarkan anak-anak mereka untuk menghitung pemasukan dan pengeluaran uang saku mereka secara teliti.

3. Hidup Mandiri
Kemandirian telah ditekankah orang tua Cina pada anak mereka, tidak segan mereka mengajak anaknya untuk bekerja membantu usaha keluarga lalu menggajinya agar anaknya tersebut bisa belajar hidup mandiri.

4. Jangan Mau Jadi Pegawai
Inilah mental utama yang menjadi dasar mengapa berbisnis menjadi pilihan hidup orang Cina. bagi mereka lebih baik menjadi bos kecil daripada karyawan besar. Setidaknya menjadi seorang bos akan membuka peluang untuk mengembangkan apa yang mereka usahakan dan menjanjikan kebebasan yang tidak didapat ketika mereka memilih menjadi karyawan.

5. Kejujuran adalah Harga Mati
Dalam berbisnis, profesionalisme harus ditunjukan dengan kejujuran. Prinsip itulah yang diajarkan  turun temurun di lingkungan orang Cina. Berbuat curang dan kotor sangat dihindari oleh mereka.

    Prinsip Dasar Berbisnis Orang Cina
Ketika berbisnis, tentu kita harus memiliki prinsip dasar yang menjadi pegangan agar usaha kita berjalan dengan baik. Berikut adalah prinsip dasar berbisnis yang dijalankan oleh orang Cina:
  • Senantiasa berhemat
  • Kerja keras dan kerja cerdas
  • Bersikap fleksibel terhadap lingkungan sekitar
  • Memutar aliran uang yang masuk agar tidak terjebak inflasi dan terus bertambah
  • Memiliki prinsip yang kokoh dalam menjalankan bisnis
  • Menghargai waktu, baik hari maupun jam
  • Berani mengambil resiko
Itulah kiat sukses berbisnis ala orang Cina. Tidak mudah memang tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Sekarang tinggal kita memilih, apakah mau memulainya atau tidak. Selamat menjadi bos!


Sumber Artikel : yeaind.wordpress.com
Share:

10 Rahasia Sukses Orang Jepang

“Artikel ini sengaja saya update disini dengan tujuan siapa tahu Anda yang baca ini bisa menirunya”.

Saat ini kita mengetahui bahwa negara jepang adalah salah satu negara yang maju dan berjaya. Jepang juga merupakan negara yang perekonomiannya mengalami kemajuan di antara negara di asia. Meskipun Jepang pernah mengalami kekalahan di Perang Dunia II tahun 1945 atas dibomnya kota Hiroshima dan Nagasaki, namun tetap bisa bangkit dan berkembang menjadi negara yang maju. Mari simak rahasia sukses dari orang jepang!

1. Hidup Hemat
Semangat untuk berhemat sudah menjadi keseharian dalam kehidupan orang Jepang. Sikap konsumerisme yang berlebihan sama sekali tidak ditemui dalam kehidupan orang Jepang.

2. Mandiri
Masyarakat Jepang sudah terbiasa dilatih untuk mandiri sejak dini. Di Jepang, murid-murid SD diwajibkan untuk memperhatikan keperluannya sendiri. Bahkan, lulus SMA, orang Jepang sudah memiliki kebiasaan untuk tidak lagi meminta pada orangtua dan malah mengandalkan kemampuannya sendiri untuk mencari uang.

3. Pantang Menyerah
Sikap yang satu ini memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Jepang. Sejarah mencatat Jepang merupakan salah satu negara kuat yang mampu menguasai sebagian besar wilayah di dunia, meskipun luas wilayahnya sangat kecil. Hal ini dikarenakan semangat juang yang tinggi dari para pemimpinannya. Setelah masa perang berakhir, nampaknya sikap itu terus dijalani turun temurun hingga saat ini. Terbukti ketika tragedi Tsunami beberapa waktu lalu menyapu hampir seluruh wilayahnya, tetapi mampu bangkit kembali dalam waktu yang tidak lama.

4. Budaya Malu
Jika Anda melihat orang Jepang nampak seperti hidup individualis, bukanlah karena tidak peduli dengan sekitar. Sejarah mengatakan bahwa “tahu malu” adalah sikap bangsa Jepang. Jika di era samurai dikenal istilah “Hara Kiri” yang merupakan ritual bunuh diri bagi para samurai dan jenderal perang yang merasa gagal akan tugasnya dan tidak siap menanggung malu, maka di era modern ini para pimpinan/pejabat akan langsung mengundurkan diri karena rasa malu ketika gagal menjalankan tugasnya atau ketahuan terlibat korupsi.

5. Menjaga Tradisi & Menghormati Orang tua
Meskipun perkembangan teknologi dan ekonomi Jepang sangat pesat, bukan berarti mereka menutup mata terhadap tradisi. Masyarakat Jepang dikenal sangat mencintai tradisinya, termasuk menghormati orangtua. Budaya minta maaf juga menjadi tradisi yang ada hingga sekarang, maka jangan heran jika begitu Anda menabrak orang Jepang tanpa sengaja, maka orang tersebut yang akan spontan meminta maaf lebih dulu. Masyarakat Jepang juga sudah kental dengan tradisi enggan berkata “tidak” ketika mendapat tawaran orang lain.

6. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan.

7. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.

8. Pekerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.

9. Budaya Baca
Jangan kaget kalau Anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca atau dimana mereka bisa baca.

10. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, namun 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”.

Semoga Bemanfaat…


Sumber : http://www.carajadikaya.com
Share:

Waspadai “Papua Hilang Papua”

Ya, cukup orang dari tempat lain datang kuras kekayaan sumber daya alam di papua lalu bawa ke Negara mereka untuk mensejahterahkan rakyat dan memajukan di daerah mereka.
Jangan mereka bawa orang, budaya, adat, system social , sistem ekonomi dan lain sebagainya dari Papua lalu mereka bawa masuk milik mereka di Papua!

Di era sekarang pengaruh Barat sedang mendunia, termasuk di Papua. Tetapi jika kita bandingkan yang kita punya dengan budaya Barat atau Eropa, kita punya lebih baik dan budaya barat tidak semua baik adanya.

Banyak kasus yang merugikan kita orang Papua dengan adanya pengaruh budaya barat yang sedang masuk di Papua. Contohnya pergaulan dan system social. yang nampak sekali saat ini budaya.
Memang perkembangan jaman dan era globalisasi menuntut kita untuk bersaing dengan Negara lain. Hal ini bukan berarti dengan begitu kita lupa semua yang kita punya lalu mengikuti pengaruh dunia terutama pengaruh eropa yang sedang mendominasi di dunia.

Globalisasi menuntut kita hanya untut meningkatkan keterampilan di bidang tertentu, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi guna bersaing dengan negara lain tanpa mengurangi adat, budaya, system social dan ekonomi serta nilai-nilai yang diwariskan leluhur kita.

Kita bisa saring atau pilah-pilah budaya atau pengaruh luar yang masuk di Papua dan hanya yang cocok dan baik sesuai dengan yang milik kita  saja bisa kita gunakan untuk pengembangan nilai-nilai warisan leluhur yang kita punya. Ingat, bahwa tidak semua budaya luar masuk begitu saja di Papua dan Pengaruhi kita.

Di daerah lain.  Jawa misalnya, pada jaman penjajahan sebagian budaya dan nilai-nilai orang Jawa dihilangkan oleh penjajah dan pengaruh luar pengaruhi orang Jawa. Anda akan dengar sebuah kalimat, “ Jawa hilang jawa” artinya sebagian budaya dan nilai-nilai leluhur mereka dihilangkan oleh penjajah sehingga yang ada saat ini tidak semua. Bahkan orang Indonesia secara umum bisa dikatakan manusia Tren atau manusia musiman dikarenakan hilangnya budaya; misalkan bulan ini trennya apa? manusia indonesia semua akan berusaha untuk memiliki tren itu yang sesungguhnya bukan warisan leluhur tetapi orang lain.

Kata “Papua Hilang Papua” bisa muncul ketika semua nilai-nilai warisan leluhur hilang. Hilang oleh pengaruh dan budaya luar yang masuk di Papua.

Papua hilang Papua artinya Orang Papuanya ada tetapi Adat Papua, Budaya Papua dan nilau-nilai warisan leluhur Papua tidak ada pada orang Papua tersebut sehingga dikatakan Papua hilang Papua. Kenapa demikian? Karena Adat, Budaya dan nilai-nilai leluhur itu merupakan Identitas orang Papua, sehingga ketika nilai-nilai itu tidak melekat pada orang Papua maka akan dikatakan Papua hilang Papua atau lebih jelasnya orang Papua yang Hilang Identitasnya.

Papua Hilang Papua, kalimat ini tidak boleh ada di Papua untuk selamanya. Kita harus pertahankan Papua. Pertahankan Papua artinya tidak hanya pertahankan pulau Papua tetapi juga Orang Papua, Adat Papua, Budaya Papua, Sistem sosial Papua, Sistem ekonomi Papua dan nalai-nilai warisan leluhur kita lainnya.

Ayo!… kita jaga Papua
105 Yk,  20/02/2015
Telius Yikwa
Share:

Selasa, 17 Oktober 2017

OPERASI-OPERASI MILITER DI PAPUA “ PAGAR MAKAN TANAMAN”

Pengalaman Di Bawah Cengkraman Militer  Yang Tak Akan Pernah
Terlupakan  Oleh Orang-Orang Papua
—————————————————————————————————————————————
Oleh    :  Amiruddin al Rahab
(Jurnal Penelitian Politik, Vol.3/No.1/2006, LIPI, Jakarta) 


” Tulisan ini Sengaja saya posting dengan tujuan sebarkan informasi
agar masyarakat Papua bisa tahu kejadian atau peristiwa   di masa lalu”.

  Pengantar
Rezim militer Orde Baru Soeharto menjadikan Papua sebagai daerah kekuasaan militer, terutama Angkatan Darat (AD). Kesan seperti itu sangat terasa karena instansi militer dan para petinggi militer di Kodam dan jajarannya mendominasi ranch politik dan jalannya pemerintahan di Papua.

Cengkraman AD atas Papua kian kuat karena adanya dwifungsi ABRI dan dijadikannya Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).  Dengan semangat berdwifungsi, obsesi utama semua pimpinan militer Indonesia, khususnya di jajaran Kodam Trikora dan di Pemda Papua alah menghancurkan apa yang mereka sebut gerombolan bersenjata OPM. Obsesi penghancuran OPM itu juga dimotivasi oleh kepetingan ekonomi dan politik. Secara politik petinggi AD, seperti Pangdam, Danrem, dan Dandim adalah juga Ketua Pembina Golkar di wilayahnya. Secara ekonomi, semua perusahaan besar di Papua dikategorikan sebagai objek vital nasional. Artinya perusahaan-perusahaan itu berada di bawah naungan militer untuk keamanannya. Untuk itu, perusahaan-perusahaan harus menyetor sejumlah uang.

Pada gilirannya dalam setiap kepala pimpinan dan anggota ABRI beranggapan bahwa, semua orang Papua adalah separatis dan atau OPM, kecuali orang itu bisa menunjukkan dirinya bukan separatis. Obsesi itu tumbuh dari cara pandang yang melihat gerakan menuntut pengakuan identitas politik Papua. Maka dari itu untuk mengenyahkan “hantu OPM” itu, kebijakan yang diambil di Papua adalah menghancurkan OPM secara fisik (membunuh) dengan menggelar operasi militer berkesinambungan (DOM) dari tahun ke tahun.

Dr. Benny Giyai seorang rohaniwan dan intelektual Papua mencatat bahwa pengalaman di bawah cengkraman militer itu merupakan pengalaman pahit yang tak akan pernah terlupakan oleh orang-orang Papua. Benny menuliskan bahwa dalam seluruh pengalaman pahit itu, orang Papua merasa diperlakukan bukan sebagai manusia, melainkan hanya sebagai objek, yaitu objek operasi militer.

Sejarah sebagai objek kekerasan itulah yang selalu diingkari oleh Indonesia sampai hari ini. Pihak-pihak militer atau aparat keamanan di Papua sama sekali tidak pernah merasa melakukan kejahatan terhadap siapa pun di Papua, karena operasi-operasi militer yang mereka lancarkan, atau penangkapan-penangkapan serta penyiksaan atau pembunuhan dengan segala bentuknya di Papua hanyalah dalam rangka menjalankan tugas sebagai pelindung NKRI dari rongrongan organisasi yang disebut sebagai OPM.

Tulisan ini berusaha membeberkan operasi-operasi militer yang digelar oleh Kodam yang berpataka “Praja Ghupta Kra” (Ksatria Pelindung Masyarakat) di Papua. Dalam pandangan orang-orang Papua, ABRI alih-alih menjadi pelindung, malah menjadi seperti pagar makan tanaman. Operasi¬operasi militer mendatangkan kesengsaraan lahir dan batin bagi orang-orang Papua. Pandangan orang Papua itu masih bertahan sampai saat ini sehingga mendorong mereka  menuntut merdeka karena rendahnya kepercayaan terhadap instansi pemerintah yang ada di Papua.

Operasi-operasi militer yang berjalan terus-menerus dilihat sebagai kemenangan politik ABRI dalam melakukan bargaining dengan aktor¬aktor negara lain dalam mengambil kebijakan. Dwifungsi ABRI membuat aktor¬aktor politik lainnya kehilangan kendali terhadap ABRI. Hal itu terjadi karena kuatnya pengaruh perwira militer dalam politik lokal Papua baik dalam badan legislatif Papua maupun dalam lembaga eksekutif di Papua.

  1. ABRI: Wajah Indonesia di Papua
       Sampai saat ini, argumen Indonesia bahwa proses penggabungan Papua ke dalam Indonesia adalah suatu “kehendak dan panggilan sejarah” dari sikap patriotisme para sukarelawan terasa tidak memadai lagi. Apa lagi argumentasi yang menyatakan bahwa Papua telah menjadi bagian dari Indonesia sejak alam terbentang karena terdapatnya persamaan adanya kapak batu persegi dan adanya persamaan relief lukisan di dinding gua batu. Lebih tak berarti lagi, apabila klaim Indonesia itu semata disandarkan pada penguasaan Papua oleh kerajaan kuno seperti Sriwijaya, Majapahit sampai Sultan Tidore. Klaim atas Papua yang disandarkan pada argumen bahwa Papua adalah wilayah jajahan Belanda —sejak tahun 1828 berkat keberhasilan Belanda mendirikan benteng Fort du Buis di Teluk Triton, Kaimana¬secara otomatis menjadi wilayah Indonesia, juga tidak membantu banyak dalam menyakinkan orang Papua bahwa mereka adalah bagian sah dari Republik Indonesia.

Semua argumen itu terasa hambar karena tidak berasal dari pengalaman nyata orang-orang Papua sendiri dalam berintegrasi dengan negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Lebih tepatnya, orang Papua berinteraksi secara nyata dengan entitas negara Indonesia adalah melalui sebuah pejanjian internasional yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York dan dilanjutkan dengan referendum tujuh tahun kemudian. Referendum itu disebut oleh Indonesia sebagai Pepera yang dijalankan secara musyawarah antara 1.022 orang mewakili seluruh orang Papua yang ada kala itu. Baru setelah Pepera di tahun 1969 itulah Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan tulang punggungnya pemerintahan militer.

Operasi militer untuk memaksa Papua berintegarasi ke dalam Indonesia secara faktual dirintis mulai tahun 1961 dengan masuknya bala tentara Indonesia ke Papua dengan sebutan sukarelawan dalam rangka melakukan infiltrasi untuk menguasai sebagian wilayah Papua dari Belanda dan kemudian daerah itu dimanfaatkan untuk mengacaukan jalannya pemerintahan Belanda atas Papua. Sejak  tahun 1961 itulah, masyarakat Papua mengenal Indonesia secara nyata berkat adanya pasukan-pasukan ABRI yang menyusup ke Papua. Artinya, wajah pertama Indonesia di Papua diwakili oleh sepak terjang para pasukan infiltran ini.

Fase infiltrasi ini ditujukan untuk membentuk basis-basis gerilya dan mempersiapkan pembentukan pos terdepan bagi upaya penyerbuan Papua oleh Indonesia. Dalam fase ini, dimasukkan Lebih kurang 10 kompi prajurit ABRI ke Papua. Fase kedua adalah melakukan serangan terbuka di beberapa daerah seperti Biak, Fak-fak, Sorong, Kaimana, dan Merauke. Fase ketiga adalah konsolidasi pasukan sebagai kekuatan militer Indonesia di Papua.

Salah satu perwira ABRI yang menjadi infiltran ini adalah Kapten Benny Moerdani (kemudian menjadi Menghankam/ Pangab 1983-1988, Menhankam 1988¬1993) dengan pasukan berkekuatan 206 yang berasal dari RPKAD dan Kompi II Batalyon 530/Para dari Kodam Brawijaya. Pasukan ini diterjunkan di Merauke dengan sandi Operasi Naga. Operasi penyusupan di Papua ini secara keseluruhan diberi sandi Operasi Jayawijaya. Setelah New York Agreement disetujui, Benny dipindahkan ke Holandia (Jayapura) menjadi komandan sementara seluruh pasukan infiltran Indonesia di Irian Barat.

Seluruh pasukan infiltran ini sebagaimana disyaratkan oleh New York Agreement kemudian diorganisasi ke dalam Kontingen Indonesia (Kotindo) sebagai pasukan keamanan UNTEA. Konsentrasi dari pasukan Indonesia ini awalnya adalah Merauke, Kaimana, Fafak, dan Sorong. Semua pasukan Indonesia ini kemudian dibagi ke dalam empat datasemen, yaitu Datasemen A di Merauke, Datasemen B di Kaimana, Detasemen C di Fak-fak, dan Detasemen D di Sorong.

Pasukan-pasukan Indonesia ini kemudian diperbantukan kepada United Nation Security Force (UNSF) yang merupakan aparat keamanan UNTEA. Meskipun demikian, seluruh komando tetap berada di bawah Panglima Mandala. Artinya, pasukan Kotindo secara organik tetap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ABRI. Maka dari itu, segala tanggung jawab organisatoris dan administratif tetap menjadi tanggung jawab Indonesia.

Dengan posisi yang demikian, ABRI di Papua memiliki dua misi, formal merupakan alai kelengkapan dari UNTEA dalam UNSF, sementara infomal adalah untuk melanjutkan komando Trikora. Maka dari itu, ABRI dalam Kotindo, lebih mementingkan tugas informalnya, yaitu mengawasi UNTEA agar tidak merugikan Indonesia dan menekan kekuatan-kekuatan sosial politik orang-orang Papua yang menentang Indonesia.

  1. Kodam: Tulang Punggung Security Approach
Tahun 1963, Men/Pangad Jend A. Yani mengeluarkan perintah Operasi Wisnumurti untuk mendatangkan pasukan dari divisi-divisi di Jawa, Makassar, dan Maluku untuk mengembangkan kekuatan tempur dan staf Kodam. XVII. Tugas pokok Kodam ini adalah menegakkan kewibawaan Pemerintah Indonesia, menjamin keamanan dan ketertiban serta membantu pemerintah sipil dalam membangun Irian Barat. Para infiltran yang tergabung dalam Kotindo adalah inti kekuatan ABRI di Papua ketika Kodam XVII/ Tjendrawasih dibentuk.

Sesunguhnya Kodam XVII yang awalnya bernama Kodam XVII/Irian Barat dibentuk melalui Surat Men/Pangad/No. Kpts¬105 8/8/1962 pada tanggal 17 Agustus 1962 atau 2 hari setelah New York Agreement ditandatangani. Karena masa itu, Indonesia belum memiliki kewenangan pemerintahan di Papua. Kodam ini hanya berada secara bayangan dengan fungsi mengawasi UNTEA dan gerak-gerik politik orang-orang Papua, terutama yang pro-kemerdekaan Papua. Brigjen U. Rukmana yang komandan Kotindo merangkap sebagai Pangdam pertama di Papua.

Kodam ini kemudian direalisasikan secara nyata baru 12 Januari 1963 mendekati hari penyerahan administrasi ke pemerintahan Papua dari UNTEA ke Indonesia. Kodam ini kemudian membentuk komando teritorialnya yang terdiri dari 3 Korem dan 23 Kodim. Kemudian komando teritorial ini diubah pada tanggal 3 Maret 1963 menjadi 3 Korem dan 8 Kodim, 70 Puterpa dan 20 Kooterpa. Komando-komando ini berfungsi sebagai gelar pasukan dan sekaligus penguasaan teritorial dalam rangka fungsi sosial politik secara nyata. Di samping itu, juga ditambah dengan dua batalion infantri. Kodam mulai berfungsi secara riil 17 Mei 1963, setelah UNTEA mengalihkan tanggung jawab administrasi pemerintahan ke Indonesia.

Kodam XVII/Irian Barat pada tanggal 30 Juni 1964 berganti nama menjadi Kodam XVII/Tjendrawasih dengan pataka-nya Praja Ghupta Vira yang berarti Ksatria Pelindung Masyarakat. Sejak tahun 1964, inti kekuatan Kodam XVII/Tjendrawasih terus berkembang dengan dibentuknya batalion¬batalion baru, yaitu Batalion 751/ Tjendrawasih di Manokwari yang berasal dari Kodam VII/Diponegoro, Yonif 752/ Tjendrawasih di Sorong berasal dari Kodam VI/Siliwangi, dan Yonif 753/Tjendrawasih di Jayapura. Ketiga yonif ini merupakan pembaharuan dari yonif sebelumnya, yaitu. Yonif 641/Tjendrawasih I yang berasal dari Diponegoro dan Yonif 642/Tjendrawasih II yang berasal dari Siliwangi. Ke dalam kedua batalion ini telah bergabung unsur dari Papua, yaitu para gerilyawan Kasuari/Trikora dan anggota eks-PVK (Papuan Vrywillingers Korp) setelah mereka dididik di Siliwangi dan di Diponegoro. Jurnlah seluruh pasukanABRI pada awal kehadiran Kodam ini sekitar 2.000 prajurit lebih.

Peran militer—terutama AD¬menjadi kian dominan di Papua ketika terjadi reorganisasi militer Indonesia setelah kekuasaan beralih dari tangan Soekarno ke tangan Soeharto. Dominasi militer di Papua itu sejalan dengan menguatnya militer dalam kekuasaan di Indonesia. Menhankam/Pangab Benny Moerdani yang juga anggota, MPR dalam sidang MPR tahun 1988 pernah menyatakan kekuatan militer dalam politik itu tak ubahnya sebagai partai politik. Di era Benny Moerdani menjadi Menhankam/Pangab inilah peranan Kodam menjadi komando yang dominan di daerah dan sekaligus satu-satunya kekuatan militer yang mengendalikan kondisi keamanan dan ketertiban sekaligus kondisi sosial-politik daerah. Dalam menjalankan fungsi sosial¬politik ini, ABRI aktif dalam menggalang kekuatan politik bersama dengan Golkar. Sejak orang Papua ikut Pemilu Indonesia di tahun 1971 sampai Pemilu tahun 1997, Golkar tetap merupakan partai politik dominan di Papua dengan perolehan suara di atas 80%.

Sejalan dengan kebijakan itu, kemudian Kodam XVI Tjendarawasih digabung dengan Kodam XV/Patimura menjadi KodamXVII/ Trikora yang menjadi kekuatan hankam dan sosial politik utama pula di Papua. Sebagai kekuatan hankam dan sosial-politik titik berat tugas ABRI di Papua adalah mengatasi gangguan kamtibmas dan menangkal subversi dalam negeri. Dengan titik berat tugas militer seperti itu, Kodam akhirnya menjadi institusi yang dikuasai oleh TNI AD.

Sejalan dengan itu, rangkaian kekerasan dan pelanggaran HAM terjadi. Pengalaman buruk di bawah DOM ini, kemudian membangkitkan pengalaman buruk rakyat Papua selama proses awal integrasi dan Pepera. Pengalaman buruk itu kemudian tampil ke permukaan secara terbuka di kala kekuasaan militer dalam pemerintahan surut ketika reformasi politik terjadi tahun 1998. Di era reformasi, di Papua tumbuh keberanian mempersoalkan seluruh kekuasaan Indonesia di Papua yang didominasi oleh militer itu. Keberanian itu kian buncah ketika Panglima ABRI Jenderal Wiranto di bulan Agustus 1998 menyatakan minta maaf dan mencabut status Papua sebagai daerah DOM.

Dengan latar sejarah dan posisi politik seperti itu, militer di Papua merasa dan melihat dirinya sebagai satu-satunya institusi yang menjaga keutuhan Indonesia di Papua. Pada gilirannya, militer di Papua selalu bertindak kerena terhadap segala bentuk gerakan atau opini yang mempertanyakan atau memprotes keadaan yang dirasakan kurang adil oleh tokoh-tokoh Papua. pada gilirannya, militer Indonesia di Papua sangat mudah memvonis seluruh bentuk protes orang Papua sebagai gerakan separatis. Ketika cap separatis sudah dialamatkan oleh militer kepada seseorang di Papua maka orang itu akan bisa menjadi korban dalam sekejap. Baik menjadi korban penculikan, penyiksaan, bahkan pembunuhan. Aksi kekerasan itu berlangsung bertahun-tahun, dengan ribuan korban jiwa. Para korban dan keluarganya inilah bersama-sama dengan kalangan muda dan mahasiswa beserta tokoh-tokoh terpelajar Papua di era reformasi mulai menyuarakan perlunya Indonesia mempertanggungjawabkan seluruh kekerasan itu. Untuk meminta pertanggung¬jawaban itu, wacana hak asasi manusia menjadi wacana yang paling dominan di Papua.

Kian menghujamnya cengkraman militer terhadap kehidupan sosial politik di Papua juga tidak terlepas dari potensi ekonomi daerah ini yang begitu besar. Hal itu terlihat ketika PT Freeport mulai menanamkan investasinya di Papua. Untuk melindungi PT Freeport, militer di Papua mulai mengembangkan pengaruhnya dalam politik lokal dengan cara yang lebih keras. Selain itu, militer juga memperbesar kekuasaanya dengan menempatkan diri sebagai pelindung dari mengalirnya ribuan para imigran dan transmigran dari luar Papua. Semuanya ini disebut oleh para petinggi militer sebagai tugas nasional dalam rangka menjaga integritas teritorial Indonesia di Papua. Seluruh sepak terjang militer yang mendatangkan luka di hati orang Papua inilah yang hendak diperbaiki dengan diberikan status otonomi khusus terhadap, Papua. Pada bagian Menimbang dari UU Otsus menyatakan bahwa penyelengaran pemerintan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi keadilan, memenuhi kesejahteraan rakyat, penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, khususnya hak asasi masyarakat Papua.

  1. Operasi-Operasi Militer: Penderitaan Rakyat Papua
Untuk mendapatkan perhatian, Masyarakat prokemerdekaan kerap melancarkan gerakan bersenjata secara sporadic. Hal itu ditempuh Masyarakat prokemerdekaan karena terbatasnya kemampuan tempur akibat sedikitnya jumlah persenjataan. Selain itu, juga karena tidak mudahnya medan Papua untuk membangun kekuatan besar yang terorganisasi secara baik. Selain gerakan bersenjata, secara umum usaha Masyarakat prokemerdekaan untuk menunjukkan diri mereka tetap eksis adalah aksi penculikan, aksi penyergapan, pengibaran bendera Bintang Kejora, penyebaran propaganda melalui media selebaran, dan mobilisasi demonstrasi atau rapat umum di daerah-daerah terpencil. Selain itu, kerap pula ditempuh aksi lintas batas, terutama ke PNG.

ABRI terus-menerus melancarkan Operasi Sadar di bawah komando Pangdam Brigjen R. Kartidjo untuk menghancurkan kelompok perlawanan. Operasi Sadar ini tidak saja bertujuan untuk mematahkan perlawanan yang terjadi di Manokwari, tetapi juga menegaskan kekuasaan Kodam XVII atas seluruh wilayah Papua. Tugas pokok operasi adalah melakukan penghancuran terhadap gerombolan yang bergerak di sekitar Manokwari dan Kebar sekaligus, minimum menangkap Ferry Awom dan Julianus Wanma, baik mati maupun hidup sebelum tanggal 17 Agustus 1965. Operasi ini sejak 10 Agustus dilancarkan secara intensif dan terus-menerus ke kampung-kampung yang menjadi basis-basis perlawanan. Dalam operasi pengejaran terhadap kelompok perlawanan, 36 orang penduduk setempat tewas.

Sejalan dengan operasi pengejaran ini, Operasi Sadar dikembangkan ke seluruh wilayah Irian Barat pada tanggal 25 Agustus 1965. Kali ini, Operasi Sadar langsung dipimpin oleh Pangdam. Berdasarkan perintah operasi ini, wilayah Papua kemudian dibagi ke dalam 4 sektor. Sektor I adalah daerah yang meliputi Manokwari dan sekitarnya menjadi pos terdepan operasi. Untuk daerah ini dilancarkan operasi intelijen dan teritorial untuk mendukung operasi fisik (tempur). Di sektor lainnya yang belum menujukan adanya perlawanan fisik, hanya dilancarkan operasi intelijen dan teritorial dengan tujuan untuk mencegah meluasnya pengikut perlawanan.

Operasi ini dilanjutkan oleh Pangdam yang baru, yaitu Brigjen R. Bintoro. Sepanjang tahun 1966-1967 operasi tempur ABRI kian massif untuk menghadapi kelompok-kelompok perlawanan yang tumbuh dari suku Arfak di Manokwari di bawah pimpinan Lodewijk Mandatjan dan Ferry Awom dan juga di daerah sekitar Jayapura dan Merauke. Nama operasi kali ini adalah Operasi Baratayudha dengan mendatangkan pasukan dari Yonif 314/ Siliwangi dengan 2 kompi Yon 700/RIT dan 2 kompi Yon 935/Brimob. Selain itu dalam operasi ini juga dilibatkan 2 Ton KKO/ALRI, 1 Ton Kopasgat dan 1 tim RPKAD. Pasukan tempur ini juga diperkuat dengan 2 pesawat Bomber B-26 dan 1 Pesawat Dakota dan 1 Kapal Perang.  Operasi Baratayudha bertujuan menghancurkan perlawanan dan mempersiapkan pemenangan PEPERA. Operasi ini bersifat tempur dengan dibantu oleh operasi intelijen dan teritorial yang disiapkan dalam tiga fase, yang fase terakhirnya adalah tahun 1968. Fase ketiga, ini ditujukan untuk konsolidasi persiapan memenangkan Pepera.

Operasi Baratayudha yang banyak menelan korban jiwa membuat kelompok perlawanan terpecah menjadi kecil-kecil dan surut. Untuk mengintensifkan kemenangan dalam Pepera, kelompok-kelompok kecil ini kemudian dikejar terus-menerus. Inti dari pasukan yang mengejar ini adalah dari RPKAD. Sejalan dengan ini, show offorce dari kekuatan yang diiringi dengan operasi intelijen dan territorial dilancarkan di daerah yang perlawanan kecil dan melemah untuk memenangkan situasi psikologis. Sepanjang tahun 1967, operasi berhasil menembak mati 73 orang dan menangkap 60 orang dengan menyita 39 pucuk senjata. Adapun yang menyerahkan diri 3.539 orang. Operasi Barathayuda ini menggetarkan hati banyak orang Papua, karena mereka tidak mengira Indonesia akan melancarkan perang terbuka yang banyak mendatangkan penderitaan fisik dan psikis dalam menghadapi protes mereka.

Ketika Brigjen Sarwo Edi menjadi Pangdam, digelar operasi baru yaitu operasi Wibawa dengan tugas utama adalah memenangkan Pepera untuk Indonesia. Tugas pokok dari operasi ini adalah menghancurkan kelompok perlawanan, mengamankan usaha memenangkan Pepera serta menumbuhkan dan memelihara kewibawaan pemerintah. Untuk tujuan itu, Kodam melakukan sinkronisasi operasi tempur, intelijen, dan teritorial. Sejalan dengan ini, Pangdam memerintahkan di setiap Kodim disiapkan kekuatan tempur agar bisa digunakan jika diperlukan.

Dalam kerangka memenangkan Pepera, OPSUS di bawah pimpinan Mayor Ali Moertopo yang bergerak di bidang intelijen dan sosial-ekonomi berperan dominan dalam melakukan operasi teritorial untuk penggalangan. Dalam kerangka Operasi Wibawa, pemenangan Pepera ke Kodam diperbantukan intelijen dari Den Dipiad dan intelijen dari Tim Karsa Yudha/RPKAD. Untuk memenangkan Pepera itu, intimidasi dan kekerasan telah memaksa sebagian orang memilih menjadi Indonesia. Secara keseluruhan, dalam operasi ini dilibatkan 6.220 orang pasukan indonesia.

Operasi Pemenangan Pepera ini dibagi ke dalam 4 fase. Fase pertama adalah menghancurkan kelompok perlawanan dan sekaligus memperluas sebaran pasukan ABRI ke daerah-daerah yang telah dikuasai. Selain itu, di setiap Puterpa disiapkan 1 regu pasukan infantri untuk melakukan operasi teritorial. Fase kedua adalah memastikan di daerah-daerah Kepala Burung Pepera dimenangkan oleh Indonesia. Untuk ini, segenap unsur ABRI dilibatkan untuk mengeliminir kelompok perlawanan. Fase ketiga dan keempat adalah memastikan kemenangan pada hari H-nya dan mengamankan hasilnya. Meski pun fase-fase itu telah disiapkan, ternyata upaya memastikan Pepera bisa dimenangkan oleh Indonesia tidak berjalan secara mulus. Di daerah Erambo (Merauke), Dubu/Ubrub (dekat perbatasan), Enaratoli dan Wahgete (Paniai) terjadi penolakan oleh masyarakat setempat. Para utusan pemerintah dan unsur ABRI yang ada di daerah itu dilawan oleh penduduk.

Di Enarotali, perlawanan lebih hebat dengan melancarkan gerakan bersenjata serta terang-terangan menolak bergabung ke Indonesia yang dipimpin oleh A.R. Wamafma, Senen Mote, Maphia Mote, dan Thomas Douw. Perlawanan ini juga didukung oleh beberapa orang polisi asal Papua yang berpihak kepada kelompok perlawanan. Untuk menghentikan gerakan ini, Pangdam Sarwo Edi ‘memerintahkan menghancurkan kelompok perlawanan. Untuk itu, pasukan Kopashanda dan pasukan dari Kompi 3, Batalyon 724/Hasanuddin diterjunkan di Enarotali untuk membantu pasukan yang ada di Kodim 1705/Nabire. Pasukan ini dalam operasinya didukung pula oleh Dipiad (Dings Pelaksana Intelijen AD) dan Satgas AURI yang dilengkapi pesawat B 26, Dakota, dan Hercules. Pasukan Yon 724/Hasanuddin ini kemudian bergerak melancarkan operasi ke berbagai daerah di sekitar Paniai. Operasi yang dipimpin oleh Mayor Mochtar Jahja dan Mayor Sitompul ini tidak mudah dilupakan oleh rakyat Paniai karena dalam operasi ini militer bertindak secara kasar dan membabi buta. Ditengarai ada sekitar 634 orang penduduk terbunuh sepanjang operasi itu.

Aksi perlawanan menjelang Pepera ini juga pecah di Piramid, Wamena. Dua orang anggota ABRI dibunuh oleh penduduk. ABRI dalam peristiwa Piramid ini melancarkan operasi intelijen dan teritorial untuk mencari pelakunya. Pasukan dari Satgas 3/Hasanuddin dikerahkan untuk menguasai kampung-kampung dan mencari pelaku.

Gencarnya operasi-operasi militer yang diperintahkan oleh Pangdam Sarwo Edi tidak terlepas dari fungsinya sebagai Ketua Proyek Pelaksana Daerah. Sesuai dengan surat Mendagri No. 30/1969, Pangdam bertanggung jawab atas pengendalian, penggerakan, dan koordinasi kegiatan semua aparatur pemerintah daerah, sipil, dan swasta dan ABRI di Papua. Dengan lain kata, Pangdam adalah penguasa tertinggi di Papua dalam menjalankan pemerintahan dan bertanggung jawab penuh untuk memenang-kan Pepera. Dalam posisinya sebagai Ketua Proyek, Pangdam melancarkan usaha-usaha peningkatan operasi tempur di semua lini untuk menghancurkan perlawanan, melakukan operasi teritorial untuk penggalangan kondisi bagi pemenangan Pepera dan mengintensifkan operasi intelijen untuk mematahkan sisa-sisa gerakan perlawanan oleh masyarakat. Selain itu, melakukan operasi pengamanan objek vital dan tempat-tempat sidang Dewan Pepera.

Sejalan dengan kemenangan Indonesia dalam Pepera, ABRI melakukan pula fungsi¬fungsi sosial-politiknya. Untuk itu, Kodam melancarkan program penggantian para pejabat kabupaten dan dinar-dinar yang dilihat diragukan loyalitasnya pada Indonesia. Bersamaan dengan ini, keanggotaan DPRD I dan II melakukan penyusunan ulang dengan memasukan anggota, ABRI menjadi anggota atau pimpinan dewan. Dalam konteks ini, pasukan ABRI juga dirapatkan di kampung-kampung untuk mengawasi kehidupan masyarakat secara langsung. Di samping itu, juga melancarkan proyek civilisasi dan kesehatan bekerja sama dengan zending dan misionaris yang telah ada. Dalam bidang ekonomi, Kodam juga turut serta melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi dengan mengontrol arus dan harga barang. Semua kegiatan ini disebut sebagai kegiatan civic mission ABRI di Papua.

Setelah memenangkan Pepera, 29 Januari 1970 Brigjen Acub Zainal ditunjuk menjabat Pangdam Tj endrawasih. Di tangan Pandam baru ini, organisasi Kodam menjadi 3 Korem, 9 Kodim, dan 3 Yonif. Yonif 751/ Tjendrawasih di Arfai, Manokwari berasal dari Kodam Diponegoro dengan status tugas jangka panjang. Yonif 752/Tjendrawasih di Sorong berasal dari Kodam Siliwangi dan Yonif 753/Tjendrawasih di Ifar Gunung, Jayapura berasal dari Brawijaya ditambah prajurit asli orang Papua. Ketiga Yonif ini dikembangkan menjadi pasukan organik Kodam Tjendrawasih. Sementara pasukan¬pasukan ABRI dari kesatuan lainnya yang berasal dari luar Papua mengalami rotasi penugasan. Pasukan lama pulang dan diganti dengan pasukan baru dari asal kesatuan yang sama. Reorganisasi ini juga sejalan dengan reorganisasi Kopkamtibda di Irian Jaya. Semua ini dipersiapkan untuk menyambut pelaksanaan Pemilu 1971.

Pemilu 1971 ini merupakan pemilu pertama Indonesia di bawah kekuasaan rezim Orde Baru Soeharto. Pemilu ini juga merupakan pemilu pertama bagi orang Papua dalam kekuasaan Indonesia. Dalam mempersiapkan Pemilu 1971 ini, Kodam juga menghadapi perlawanan, terutama di Biak Utara dan Barat, serta di kepala burung Manokwari. Untuk menghentikan perlawanan tersebut dilancarkan operasi militer. Sandi operasi adalah Operasi Pamungkas dengan pendekatan pada operasi teritorial yang dibantu tempur dan intelijen. Pelaksana Operasi adalah Kodim Biak yang dibantu pasukan tempur dari Yonif 753 dan 752/Tjendrawasih serta Dipiad. Operasi di Biak ini dipimpin oleh Dandim Biak Mayor R.A. Hendrik dan Mayor Puspito yang juga Komandan Yon 753.

Bulan Juli 1971, Kodam juga melancarkan Operasi Pamungkas di Manokwari untuk mengejar Ferri Awom yang belum menyerah. Operasi ini dipimpin oleh Danyongab Satgas 3/Merdeka, Mayor Ahmad. Kemudian digantikan oleh Letkol S. Mardjan. Dalam Operasi ini terlibat pasukan dari Satgas 3/.merdeka dan 1 peleton dari Yon 751 dan 1 peleton dari Kompi 753. Batalion-batalion bertugas mengejar kelompok perlawanan sepanjang hari selama berbulan-bulan, Siang, dan malam. Dalam pengejaran ini Kapten Sahala Rajaguguk berhasil membujuk Ferry Awom untuk  menyerah dengan 400 orang anggotanya.

Operasi militer yang masif di tahun 1971 ini alih-alih membuat sentimen anti Indonesia surut, malah perlawanan berkembang ke berbagai kota dalam bentuk penyerangan terhadap pos-pos ABRI dan pemerintahan. Melihat perlawanan menguat, Kodam kian memperkuat kekuasaannya di Papua dengan menutup, Papua bagi media. Suasana ketakutan merajalela di seantero Papua. Selama menjelang dan sesudah Pemilu 1971 tidak ada satu pun orang di Papua berani mempersoalkan ketidakadilan atau tindakan-tindakan anggota militer yang menyakitkan hati mereka.

Atmosfer ketakutan itu muncul dari tindakan militer Indonesia yang selalu melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap daerah-daerah yang ditengarai sebagai basis masyarakat yang melawan pemerintahan indonesia. Dalam melakukan serangan, ABRI kerap melibatkan pasukan dalam jumlah besar dengan dibantu oleh pesawat pembom Bronco dan helikopter bersenjata. Serangan besar-besaran itu tidak saja mengejar  masyarakat yang mencoba menyerang pos-pos ABRI, melainkan kerap kali menelan korban jiwa dari penduduk kampung yang tidak terlibat dalam penyerangan pos-pos ABRI.

Banyaknya korban jiwa di akhir tahun 1970-an ini juga disebabkan oleh sikap militer Indonesia sendiri yang tidak pernah secara jelas memposisikan masyarakat yang melawan pemerintahan Indonesia sebagai gerakan kemerdekaan. Mereka hanya dilihat sebagai gerakan kriminal yang disebut sebagai Gerakan Pengacau Liar (GPL) atau Gerakan Pengacau Keamanan (GPK). Dengan cara seperti ini, setiap korban jiwa yang jatuh dari kalangan orang-orang Papua dengan mudah diklaim oleh militer sebagai anggota penganggu keamanan.

Menjelang Pemilu 1977 perlawanan kembali dilancarkan, oleh masyarakat di Papua, terutama di daerah Kelila,  Kobagma, Bokondini, Mulia, Ilaga, Piramid, Kabupaten Jayawijaya. Perlawanan ini dipicu oleh penempatan kesatuan-kesatuan ABRI di hampir seluruh wilayah Papua. Operasi-operasi militer untuk mematahkan perlawanan menjelang Pemilu 1977 dan Sidang Umum MPR 1978 ditingkatkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu, perlawanan juga pecah di Enarotali, Biak, dan Mimika serta di sepanjang daerah perbatasan dengan PNG Era ini dianggap oleh orang Papua sebagai era awal status Daerah Operasi Militer bagi Papua diterapkan . Pangdam Tjendrawasih waktu ini dijabat oleh Brigjen Imam Munandar.

Di Jayawijaya, terutama di daerah sekitar Tiom dan Kwiyawage yang merupakan lembah-lembah di Baliem dilangsungkan pula operasi militer untuk menghentikan perlawanan dan mempersiapkan Pemilu 1977. Operasi dilancarkan di bulan April dan Juni. Perlawanan orang Ndani di daerah ini diawali oleh perasaan tidak suka Suku Ndani terhadap kebijakan Indonesia yang memaksa mereka berganti pakaian. Sekitar 15.000 orang berkumpul melakukan protes. Perlawanan ini diawali oleh Operasi Koteka yang dilancarkan untuk mengadabkan orang-orang di daerah itu. Di Tiom sekitar 4.000 orang melawan dengan cara menyerang pos pemerintah di daerah itu. Kemudian ke daerah ini diterjunkan pasukan khusus dari RPKAD dengan didrop dari helikopter. Selain itu, para penduduk yang mencoba menyelamatkan diri ke hutan-hutan dihujani tembakan dari udara.

Di areal PT Freeport di Timika bulan Juli 1977 juga terjadi gejolak. penduduk setempat yang ditengarai digerakkan oleh masyarkat yang menolak pemerintahan Indonesia juga melancarkan serangan terhadap pips-pips dan fasilitas PT Freeport karena merasa kecewa atas kehadiran perusahaan itu. ABRI membalas aksi penduduk itu dengan melakukan penembakan dari udara menggunakan pesawat Bronco. Setelah itu, ke berbagai deretan kampung di sekitar Agimuga diterjukan pasukan infantri dari Batalion 753/Tjendrawasih untuk mengejar penduduk dan membakar perkampungan. Implikasi dari aksi kekerasan ini penyelengaraan Pemilu 1977 di beberapa kampung di daerah pegunungan ini terpaksa ditunda.

Robin Osborne mencatat operasi militer di tahun 1977-1978 adalah operasi militer paling buruk. Dalam setiap operasi pengejaran terhadap masyarakat yang prokemerdekaan Papua, diterjunkan pasukan dalam jumlah besar yang berintikan kesatuan RPKAD dan pasukan angkatan darat lainnya. Di daerah selatan Jayapura yang berdekatan dengan perbatasan yang dikenal sebagai daerah Markas prokemerdekaan Papua diterjukan 10.000 orang tentara setelah daerah itu dibombardir dari udara oleh dua pesawat Bronco. Dalam penyerangan ini, diperkirakan 1.605 orang para pro kemerdekaan Papua dan  penduduk di wilayah itu tewas. operasi militer tahun-tahun itu selalu diingat oleh orang-orang tua dan menceritakan kepada anak dan cucu mereka di daerah itu hingga hari ini, sebagai kenyataan paling pahit dalam hidup mereka.

Sepanjang tahun 1977-1978 itu, Dubes Indonesia untuk PNG memperkirakan 1.800 orang pasukan dikerahkan beroperasi di hutan-hutan untuk melakukan pengejaran dan 3.000 orang siaga berada di Jayapura untuk setiap saat. Menyadari operasi militer itu telah menciptakan ketakutan dan menelan banyak korban jiwa yang tidak perlu, Panglima ABRI kala itu, Jenderal M. Yusuf, mengumumkan akan mengurangi operasi militer di Papua dengan mengintrodusir kebijakan baru yang dikenal dengan kebijakan Operasi Senyum. Dalam Operasi Senyum ini dinyatakan Indonesia tidak akan melancarkan operasi besar-besaran, karena masyarakat prokemerdekaan Papua mulai dilihat kecil dan tidak membahayakan. ABRI hanya, akan melancarkan patroli di perbatasan dan tugas keamanan rutin.

Gejolak kembali membuncah di tahun 1980-an, terutama sekitar tahun 1984. Di tahun 1980-an Kodam telah dinyatakan sebagai Kotama dalam jajaran AD. Panglima Kodam menjadi pimpinan di daerah untuk seluruh jajaran komando. Pangdam dalam reorganisasi organisasi ABRI ini langsung berada di bawah Panglima ABRI. Sejalan dengan itu, Panglima ABRI juga memiliki komando langsung kepada Kotama AD lainnya, yaitu Kostrad dan Kopassus. Oleh karena itu, di era ini operasi militer melibatkan pasukan-pasukan dari Kostrad dan Kapassus dengan perintahnya langsung dari Panglima ABRI, dan Kodam hanya memfasilitasi. Kenyataan ini kemudian dikenal dengan nama pasukan BKO (bawah kendali operasi). Di era ini, Papua juga tertutup bagi media sehingga banyak operasi yang dilancarkan oleh militer tidak diketahui oleh orang luar. Robin Osborne menyebut keadaan ini sebagai perang rahasia Indonesia di Papua.

Di awal tahun 1980-an, Kopkamtib mengeluarkan analisis bahwa kekuatan Masyarakat prokemerdekaan telah mengecil dan terpencar-pencar ke dalam kelompok kecil-kecil dengan senjata yang sangat terbatas. Meskipun demikian, Laksusda Irian Jaya kala itu juga melihat gerakan kelompok-kelompok Masyarakat prokemerdekaan itu kembali mulai aktif setelah menerima pukulan telak sepanjang tahun 1977-1978. Gerakan Masyarakat prokemerdekaan itu aktif sepanjang daerah perbatasan dengan PNG. Antara bulan Maret dan Juni 1984, pasukan dari Kopasandha (Kopassus) mulai melakukan penyusupan ke daerah-daerah sekitar perbatasan.

Aksi pasukan baret merah ini adalah dengan melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang dicurigai. Osborne mencatat gerakan pasukan ini sangat menakutkan penduduk sekitar perbatasan karena perlakuan buruknya terhadap penduduk. Akibatnya, ratusan orang melarikan diri ke daerah PNG karena takut. Pengungsian ke PNG di tahun 1984 ini kian banyak ketika Suku Muyu di Mindiptana, Woropko, dan Merauke juga masuk ke PNG. Pengungsian Suku Muyu ini dipicu oleh kehadiran pasukan ABRI, yaitu intelijen Kopassus di daerah itu untuk mencari anggota Masyarakat prokemerdekaan setelah ter adinya penyerangan pos ABRI di desa Kanggewot dan Kakuna tanggal 11-12 April 1984. Gerakan suku Muyu ini kemudian juga diikuti oleh penduduk dari daerah lainnya, yaitu dari Jayapura, Wamena, Sorong, Mimika (Amungme), Manokwari, dan Fak-fak. Seluruh pengungsi asal Papua yang masuk ke PNG ini diperkirakan mencapai 10.000 orang. Sementara Yafet Kambai mencatat dari seluruh pengungsi itu hanya sekitar 7.500 berhasil masuk ke PNG dan 1.900 orang berdiam diri di hutan-hutan sekitar perbatasan. Seluruh pengungsi ini ditempatkan di kamp East Aswin dan Western Province, PNG.

Gerakan pengungsian ke PNG selain faktor operasi militer di daerah perbatasan itu, juga disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan, yaitu banyaknya operasi intelijen, dan masuknya arcs transmigrasi secara besar-besaran ke Papua terutama di sekitar daerah perbatasan. Transmigrasi yang di dalamnya juga masuk keluarga ABRI dan para pensiunan ABRI kian membuat orang takut sekaligus merasa tanahnya dirampas. Para purnawirawan ABRI yang ikut dalam pemukiman transmigrasi sekaligus menjadi Intel Kodam dalam mengawasi daerah itu. Daerah-daerah transmigrasi ini seperti di Arso dan Koya atau di beberapa daerah di Merauke dijadikan pula sebagai daerah penyangga bagi Masyarakat prokemerdekaan dan memudahkan ABRI untuk melakukan patroli di daerah itu.

Pengungsian ke PNG di tahun 1983-1984, juga dipicu oleh banyaknya terjadi penangkapan-penangkapan di kota-kota Papua, terutama Jayapura oleh intelijen Kopasandha. Mereka yang ditangkap ada 20 orang yang berasal dari Uncen dan pegawai Gubernuran Irian Jaya. Salah seorang dari mereka adalah Arnold Ap yang menjabat sebagai Kepala Museum Antropologi Uncen. 

Penangkapan ini menimbulkan keresahan di Jayapura. Akibatnya, banyak dari para mahasiswa Uncen dan pegawai di pemerintah daerah lari ke PNG. Bahkan di Jakarta, tiga orang sahabat Amol Ap yang memprotes penangkapan dan pembunuhan Arnold oleh Kapassus ke DPR-RI terpaksa meninggalkan Jakarta.

Setelah pelarian besar-besaran ke PNG tahun 1984 ini, gerakan perlawanan dari Masyarakat prokemerdekaan betul-betul surut. Namun, ABRI yang kian merasa berkuasa atas Papua tidak bisa meninggalkan cars-cars kekerasan untuk menunjukkan dominasinya. Stigma OPM diekploitasi sedemikian rupa untuk melumpuhkan siapa saja yang dianggap menentang Indonesia. Tindakan kekerasan itu kerap pula dipakai setiap menjelang pemilu demi memenangkan Golkar di Papua.

Operasi militer setelah tahun 1984 berjalan secara lebih masif, namun aksi kekerasan dalam operasi itu tidak diketahui oleh publik di luar Papua karena media massa dilarang memberitakannya. Kemasifan operasi itu ditopang oleh kebijakan ABRI yang menjadikan yonif sebagai kekuatan inti tempur dengan pasukan tambahan dari Jakarta atau Makassar dan Maluku yang di-BKO-kan ke kodam. Di tahun 1984 ini, kodam. memilik 6 yonif, 3 di Papua dan 3 yonif di Maluku sebagai hasil penggabungan kodam. Dari 3 yonif di Maluku, satunya adalah Yonif Linud 733 di Ambon yang berkualifikasi para. Yonif dari Maluku ditugaskan melakukan operasi secara bergantian, sementara yonif di Papua melakukan operasi sepanjang tahun di bawah kendali korem.

Papua sebagai daerah operasi, satuan intelijen kodam dan jajarannya memegang peranan yang besar untuk menghancurkan gerakan yang disebut Masyarakat prokemerdekaan. Oleh karena itu, peranan intelijen dan operasi kontra intelijen selalu aktif sepajang tahun. Para intelijen dari kodam dan korem direkrut dari anggota satuan tempur yang memiliki naluri intelijen dan kemudian dilatih 3 sampai 10 hari sebelum diterjunkan mengumpulkan informasi. Selain itu, anggota intelijen ini latihan sambil bertugas bersama dengan intelijen tempur yang datang dari Kopassus.

Operasi-operasi di masa ini adalah Operasi Gagak I (1985-1986) yang dipimpin oleh Pangdam Mayjen H. Simanjuntak. Dalam operasi ini, pasukan operasi dibagi ke dalam sektor A di perbatasan, B di tengah dan C kepala burung dengan komando Korem masing-masing. Danrem adalah komandan sektor operasi. Kodim menjadi subsektor dengan Dandim sebagai Dansubsektor. Titik tekan operasi adalah teritorial dengan didukung oleh operasi intelijen dan tempur serta kamtibmas. Sektor Al meliputi daerah Kodim 1701/Jayapura, yaitu Membramo, Arso, Wares. Senggi, Kemtuk dan Demta. Pasukan yang dikerahkan di daerah ini adalah Yonif 733/ BS, satu kompi dari Yonif 751, 9 tim intelijen, aparat teritorial setempat serta dibantu oleh 2 SSK Wanra. Sementara A2 meliputi daerah Kodim 1702/Wamena dengan kekuatan pasukan dari 1 regu Yonif 751, 2 peleton Kilipur-4/Diponegro, 2 peleton Senzipur 10 serta pasukan teritorial setempat berserta 2 SST wanra/hansip. A3 adalah daerah Kodim 1707/Merauke dengan sasaran utama adalah desa Mendiptana dan Waropko. Pasukan yang ditedunkan di daerah ini adalah 1 kompi Yonif 751,1 peleton Zipur 4/Diponegoro, I peleton Denzipur 10, dan aparat teritorial yang dibantu oleh 2 SST wanra/hansip.
Daerah operasi sektor B adalah meliputi daerah Korem 173/PVB, dengan hot spot operasi di Nabire. Sasaran utama adalah Enarotali dan Kebo, Ilaga. Operasi ini bertujuan memburu pimpinan Masyarakat prokemerdekaan, yaitu Daniel Kogoya, Tadius Yogi, dan Simon Kogoya. Pasukan yang dikerahkan ke daerah ini adalah 1 pleton Yonif 753,1 peleton Zipur 4/Dip dan Apter setempat dan dibantu oleh 2 SST hansip/wanra. Sektor C adalah daerah Fak-fak dengan fokus operasi di daerah C3, yaitu daerah kompleks Tembagapura, Agimuga, dan Timika. Pimpinan Masyarakat prokemerdekaan yang hendak dikejar di daerah tambang PT Freeport ini adalah Vicktus Wangmang dengan mengerahkan pasukan dari Yonif 752 dengan kekuatan 2 kompi dibantu Apter dan 2 SST hansip/wanra. Dalam Operasi Gagak I ini, Kodam mencatat 14 orang yang diduga Masyarakat prokemerdekaan berhasil dibunuh dan 8 orang ditangkap dengan menyita 2 pucuk senjata.

Memasuki tahun 1986 operasi ini dilanjutkan Pangdam Mayjen Setiana dengan sandi Operasi Gagak II (1986-1987) dengan tugas pokok penghancuran GPK. Titik tekan operasi adalah operasi teritorial dan intelijen untuk memisahkan GPK dari rakyat serta melakukan deteksi loyalitas rakyat terhadap pemerintah. Operasi intelijen melakukan penggalangan agar loyalitas rakyat meningkat. Operasi tempur terus dijalankan dengan menggelar patroli untuk mengejar dan menghancurkan. Operasi dilancarkan dengan tetap membagi daerah operasi ke dalam 3 sektor. Pasukan yang dilibatkan dalam Operasi Gagak II ini adalah seluruh pasukan organik tempur dan teritorial Kodam VIII/ Trikora. Serta pasukan BKO dari Satgas Yonif321/Kostrad, 6 Tim Intelpur Kostrad, I Kompi Yonzipur/Dip, 1 Kompi Yon Zipur/ Brawijaya, satuan dari TNI AL dan AU serta Penerbad. Selama operasi ini, ABRI melaporkan 21 orang berhasil dibunuh, 5 ditangkap dan menyerah 12 orang dengan menyita 13 pucuk senjata.

Ketika Mayjen Wismoyo Arismunandar menjadi Pangdam Trikora digelar operasi dengan sandi Operasi Kasuari 01 (1987-1988), yaitu Juni 1987 sampai Mei 1988 dengan tugas utama menghancurkan GPK secara fisik, terutama di sekitar daerah perbatasan. Selain itu, operasi juga ditekankan di Kabupaten Jayapura, Paniai, Fak-fak dan Biak. Perkiraan ABRI waktu ini kekuatan  Masyarakat prokemerdekaan  hanya 222 orang dengan 64 pucuk senjata campuran. Akan tetapi, operasi digelar dalam 3 sektor dengan Danrem tetap sebagai komandan. sektor. Untuk daerah subsektor Al yang meliputi perbatasan di Kabupaten Jayapura dikerahkan pasukan dari Satgas Yonif 321/ Kostrad, Satgas Patimura II, 2 peleton Yonif 751, tim Yonif 752, tim analis Kopassus, tim Intelpur Kostrad, Satgas Intel Laksusda, satu peleton Kizipur 4/Diponegoro, I kompi Zipur 5/Brawijaya dengan dibantu 4 SSK wanra sebagai TBO. Sementara untuk Subsektor A2, Wamena dikerahkan 1 Ton Yon 751, 1 Ton Zipur 5/Brawijaya, 1 tim Intelpur Kostrad, 1 Ton Plus Satgas 642/Tanjungpura dan dibantu. SST wanra. Sementara di sector yaitu Merauke dikerahkan pasukan 1 Ton Yonif 751, dan 1 Ton Zipur 5/Brawijaya, Satgas Intel Laksusda dan Tim Intelpur Kostrad dan 2 SST wanra.

Di daerah operasi subsektor Bl, Nabire sasaran adalah Enarotali dan Sugapa, dengan menerjunkan pasukan dari Yonif 753, Intel Laksusda, Kizipur 4/Diponegoro, peleton Intelrem 173, Ru Marinir, 1 peleton Kopaskhas AU, I Tim Khusus Kodim Nabire dan 2 SSK wanra. Kampung yang menjadi sasaran adalah Kampung Tagitakaida, Seruai, Kampung Swaipak, Ampobukar, Supiori dan Swainober, Biak Barat. Selain itu juga di desa Hitadipa, Kecamatan Komopa, Kecamatan Sing, Desa Sapolinik, Kecamatan Sinak dan Lereh, Nabire. Begitu. juga Desa Tamakuni, Waropen. Pimpinan Masyarakat prokemerdekaan yang dikejar di daerah ini adalah Tadius Yogi dan Simon Kogoya.  Sementara itu di sektor C, pasukan dikonsentrasikan untuk patroli tempur dan penjagaan areal PT Freeport serta Kecamatan Agimuga dan kampung Jila. Pasukan yang dikerahkan adalah berasal dari Yonif 752 satu kompi, Yonif 753 satu. regu, Ton Intelrem 171, Satgas Intel Laksusda dibantu satu SSK wanra. Semua pasukan di-BKO-kan kepada Kodim 1706/Fak-fak.

Operasi militer ini kemudian dilanjutkan dengan Operasi Kasuari 02 (1988-1989). Operasi ditekankan di sepanjang perbatasan dengan PNG dengan titik tekan operasi teritorial, intelijen dan tempur serta kamtibmas. Operasi teritorial diarahkan untuk membentuk desa binaan agar rakyat berpihak pada ABRI. Pasukan yang bertugas dan sektor operasi sama dengan Operasi Kasuari 01. Kelly Kwalik muncul sebagai pimpinan OPM di daerah Agimuka dan Tembagapura di masa Operasi Kasuari 02 ini. Mayjen Abinowo setelah mengantikan Wismoyo Arismunandar mengelar Operasi Rajawali 01 (1989-1990) dan Operasi Rajawali 02 (1990-1991). Operasi tetap, ditujukan untuk penghancuran  Masyarakat prokemerdekaan di sepanjang perbatasan dengan PNG. Jenis operasi adalah teritoril, intelijen clan tempur secara terpadu dan serentak. Operasi teritorial diarahkan untuk pembentukan desa binaan dengan tujuan memisahkan rakyat dari GPK. Sementara, operasi intelijen ditujukan untuk mengidentifikasi gerakan GPK dan menetralisir penganihnya. Sementara itu, operasi tempur melancarkan patroli, pengejaran, dan penghancuran. Pasukan yang terlibat dalam operasi ini adalah pasukan organik Kodam VIII ditambah Yonif 621 /Tanjungpura, Yonif 43 1 / Brawijaya, (diganti Yonif 3 1 O/Siliwangi), 1 tim Intelpur Kostrad, Satgas Dampak XX Kopassus, Satgas Udara 3 Heli Puma, 1 Cassa AL, dan 32 Polsek, dan 6 SSK wanra. Di masa inilah, Thomas Wangai mengibarkan Benders Melanesia Barat di Jayapura.

Memasuki tahun 1990, kekuatan Masyarakat prokemerdekaan diperkirakan hanya 215 orang dengan 69 pucuk senjata campuran. Konsentrasi gerakan berada di sepanjang perbatasan dan sebagian tersebar di Kabupaten Jayapura, Biak, Yapen-Waropen, Fak-fak, Merauke. Pada periode ini, ABRI telah membagi empat kelompok GPK, yaitu politis, orang hutan, rakyat pendukung, dan clandestine yang berada dalam Pemda I dan II, perguruan tinggi, dan SLTA. Pasukan pendukung operasi ini adalah pasukan organik Kodam tambah 32 Koramil rawan, yaitu Satgas Yonif 732 asal Maluku, Satgas Ki. Denzipur 10, 1 Ki. Yon 751, 752, 753, Satgas Intel, dan ditambah pasukan nonorganik, yaitu Satgas Yonif 621, 431, 310, tim Intelpur Kostrad, Den Kopassus, dan Satgas Udara.  Di tahun 1990 inilah, operasi intelijen militer yang berintikan pasukan Kopassus di Papua meningkat. Penangkapan-penangkapan yang disertai pembunuhan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai Masyarakat prokemerdekaan kerap terjadi di berbagai tempat.

Operasi jenis ini kemudian terkuak ketika terjadi serangkaian pembunuhan terhadap penduduk kampung di desa Wea, Tembagapura di bulan Oktober sampai Desember 1995. Dalam aksi ini, pasukan dari Yonif 752 melakukan penembakan membabi buta terhadap penduduk yang sedang berada dalam ruma-rumah mereka. Tindakan ABRI itu diawali oleh adanya demontrasi beberapa bulan sebelumnya dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora. Dalam peristiwa ini, 11 orang terbunuh dan bebeberapa orang lainnya ditangkap dan kemudian disekap, di kontainer milik PT Freeport. Sebagian dari penduduk di kampung-kampung itu juga mengalami penyiksaan. Aksi kekerasan yang sama juga terjadi di Mapenduma, kab Jayawijaya Wamena ketika pasukan Kopassus mencoba membebaskan orang-orang yang disandera oleh kelompok Yudas Kogoya dan Kelly Kwalik.

Operasi militer dengan tujuan untuk memburu kelompok Masyarakat prokemerdekaan  kembali terjadi di tahun 2003 tepatnya antara bulan April sampai Juni dan kemudian terus bertahan sampai Oktober di Wamena. Dalam operasi pengejaran di tahun 2003 ini diterjunkan pasukan dari Kopassus dan Kostrad yang di BKO-kan kepada Korem 171/Jayapura. Operasi militer ini diawali oleh terjadinya pembobolan gudang senjata Kodim 1702 Wamena oleh sekelompok orang bersenjata dini hari tangal 4 April 2003. Untuk mengejar kelompok bersejata itulah operasi ke kampung-kampung di seputaran kota Wamena dilancarkan. Pengejaran bahkan sampai ke daerah Kwiyawage. Mereka yang ditangkap di sekitar kota Wamena ditahan di Kodim dan kemudian mengalami penyiksaan yang luar biasa. Di kampung-kampung yang dilewati pasukan TNI ini terjadi rangkaian kekerasan terhadap penduduk. Namun, tindakan kekerasan yang luar biasa dilakukan pasukan TNI terjadi di Kwiyawage. Kampung-kampung yang diperkirakan berpenduduk hampir 7.000 jiwa ini dihujani tembakan dan rumah-rumahnya dibakar. Ribuan penduduknya yang berhasil ditangkap mengalami penyiksaan dan beberapa orang di antaranya dibunuh.

Operasi militer yang paling mengejutkan setelah DOM dicabut di Papua adalah tindakan Kopassus di tahun 2001, yaitu membunuh Theis H. Eluay di Jayapura. Pembunuhan itu dilakukan setelah Theis diundang Kopassus ke markasnya di Hamadi, Jayapura. Mayatnya kemudian dibuang di jurang pingir jalan di daerah Koya. Sampai hari ini, pembunuhan Theis ini belum terungkap siapa yang memerintahkannya. Yang jelas, seorang letkol dan seorang mayor Kapassus divonis oleh Makamah Militer Tinggi III Surabaya sebagai penanggung-jawabnya. Metode pembunuhan terhadap Theis bukanlah metode baru di Papua. Ratusan orang di Papua dibunuh dengan cara seperti itu, baik di kampung-kampung maupun di kota di seluruh Papua.

Sebenarnya ketika memasuki era reformasi politik Indonesia di tahun 1998, Masyarakat prokemerdekaan tidak berarti lagi secara politik karena tidak memiliki kekuatan senjata yang memadai. Bahkan, para anggotanya terpecah-pecah dan banyak yang bertalian dengan aparat TNI. Maka dari itu ketika menjabat Menkopolkam, SBY menyatakan Masyarakat prokemerdekaan bukanlah ancaman yang serius. Namun, aksi kekerasan oleh TNI di Papua tidak pernah surut.   Rangkaian operasi militer  yang terpapar di atas jika disimak dalam literature  resmi Indonesia terdapat kesan bahwa operasi itu berjalan mulus tanpa cela. Seluruh operasi itu digelar semata-mata untuk mematahkan perlawanan Gerakan Pengacau Liar  atau  Gerakan Pengacau Keamanan. Tetapi, banyak saksi di Papua menyatakan dalam seluruh operasi itu banyak korban jiwa jatuh dari penduduk biasa di kampung-kampung serta puluhan orang Papua yang terpelajar dipenjarakan.  Ketika situasi politik berubah, rangkaian Operasi Militer  di Papua, digugat oleh orang-orang Papua karena mereka mencatatnya sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi mereka. Ternyata dalam operasi militer yang tiada putus itu yang dibunuh, disiksa, dan dihilangkan atau diperkosa bukanlah sekadar musuh negara, melainkan ratusan penduduk kampung yang daerahnya menjadi sasaran operasi militer tersebut. Antara tahun 1963-1969 korban orang Papua oleh operasi militer diperkirakan oleh Osborne dengan mengutip Hasting berjumlah 2.000 sampai 3.000 orang. Sementara Eliaser Bonay mantan Gubernur Papua di tahun 1981 pernah menyatakan korban berkisar 30.000 j iwa. Jan Warinussy Direktur Eksekutif  LP3BH Manokwari memperkirakan jumlah korban hampir 100.000 jiwa sejak Pepera sampai sekarang. Namun, jumlah korban yang moderat ditulis oleh Agus Sumule ketika merumuskan perlunya Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran. dan Rekonsiliasi dijamin pembentukannya dalam UU Otonomi Khusus untuk Papua. Sumule merinci jumlah korban tersebut adalah antara tahun 1969-1997 di Paniai 614 orang dibunuh. Hilang 13 orang dan diperkosa 80 orang (1980-1995). Tahun 1979 Kelila (Jayawijaya) 201 dibunuh, serta tahun 1977 di Asologaiman, 126 dibunuh, dan Wo9si 148 orang dibunuh. Jumlah korban pembunuhan oleh aparat dalam rangkaian operasi militer itu belum teridentifikasi secara jelas sampai saat ini. Meskipun demikian, masalah hak asasi manusia yang serius telah terjadi di Papua. Menyikapi masalah hak asasi manusia yang serius itu, ketika fajar tahun 2000 merekah, Presiden Abdurrahman Wahid yang kala itu berada di Jayapura mengubah nama provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua. Seiring dengan perubahan nama itu, Presiden juga memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora dan meminta TNI mengunakan jalan damai dan meninggalkan cars-cars kekerasan dalam menyikapi masalah di Papua. Setahun kemudian, status Otonomi Khusus juga disetujui oleh Presiden Megawati kepada Papua melalui UU No. 21/2001.

Jalan dialog ini mulai terbuka karena munculnya gelombang protes yang tiada henti di Papua sepajang tahun 1998. Gelombang itu dimulai oleh para kalangan mahasiwa di Jayapura dan kemudian menjalar ke hampir semua kota di Papua. Titik cetusnya terjadi di Biak, bulan Juli 1999. Ribuan orang berdemonstrasi dan mengibarkan bendera Bintang Kejora di Pelabuhan Biak. Demonstrasi kemudian juga menyebar ke kota-kota Papua lainnya, seperti Manokwari, Wamena, Merauke, Timika, dan Jayapura. Sayang dalam berbagai aksi demonstrasi yang diikuti pengibaran bendera Bintang Kejora ini, lagi-lagi, aparat keamanan bertindak secara kasar. Sepanjang tahun 2000, demonstrasi-demonstrasi yang menuntut keadilan dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora juga mengalami tindakan kekerasan oleh aparat keamanan. Sepanjang tahun 1999-2000, puluhan orang tewas tertembak oleh aparat.

______________________________________________________________________________
Sumber : 
  1. http://www.elsam.or.id/mobileweb/article.php?id=359&lang=in
  2. widjojo, muridhan s. 2005.” Separatisme-hak asasi manusia-separatisme: sklus kekerasan di Papua, Indonesia” dalam jurnal hak asasi manusia dignitas, vol III/ no.1 tahun 2005
Share:

Me

Me

Followers

Postingan saya di Wordpress

Yikwagwe Post